[Kembaliannya Mana?] — Bantal Leher
Raya memeluk buket bunga pemberian Sadam erat sepanjang perjalanan pulang menuju Bekasi. Senyumnya tak pernah pudar. Meski awalnya kesal karena Sadam menjahilinya dengan memberikan buket bumbu masakan, Raya tak bisa menyembunyikan keterkejutan dan kebahagiaannya saat tahu bahwa Sadam menyiapkan banyak hadiah kejutan untuk Raya di mobil.
“Mana…? Masih bete nggak?” tanya Sadam, sengaja meledek Raya yang dari tadi tak berhenti tersenyum.
“Hehehe… makasih ayang… Mana ganteng banget hari ini. Pacarnya siapa ya ini??”
“Pacarnya Neng Ratu Soraya dongg…,” balas Sadam sambil tersenyum lebar, menertawakan sikap kekanakan mereka berdua. “Tapi percuma ah udah ganteng-ganteng gini dianggurin. Minimal dicium nggak sih?”
“Tadi kan rame yang… masa aku nyium kamu di kampus yang bener aja…,” kilah Raya.
“Kalo sekarang?”
“Nggak bisa juga, kehalang seat belt. Kamu mau ditilang?”
Sadan terkekeh. Tangan kirinya meraih tangan Raya dan menggenggamnya erat. “Bantal leher kamu masih ada kan?” Sadam menarik pedal rem tangan saat lampu lalu lintas berganti merah. Kepalanya menoleh, menatap Raya dengan senyum misterius.
“Hm… Waktu pindahan itu kayaknya seingetku yang gambar ayam rusak kerendem banjir yang….”
“Yaudah, bawa yang domba aja. Sabtu pagi siap-siap ya. Aku jemput.”
“Mau ke mana?” tanay Raya penasaran. “Aku aja belum izin mamah sama papah.”
“Aku udah minta izin,” sahut Sadam cepat, “Ke mamah, papah, sama Ganda juga. Hari Sabtu kita ke Bali ya.”
Mata Raya melebar, terkejut. Ternyata hadiah liburan yang dijanjikan Sadam benar-benar ditepati. Raya kira waktu itu Sadam hanya bercanda.
“Berdua doang?”
Sadam lekas melanjukan mobil kembali saat lampu lalu lintas berganti hijau, tepat sebelum mobil-mobil di belakang mereka membunyikan klakson.
“Aku sih maunya gitu ya… Tapi aku masih mau jadi menantu kesayangan Mamah Dewi dan Papah Indra ya.”
“Calon,” ralat Raya.
“Iya… calon,” Sadam tersenyum mesem-mesem, merasa senang karena Raya — entah sadar atau tidak — mengakuinya sebagai “calon” menantu di keluarganya.
“Kita pergi sama Kimi dan Sammy, pacarnya. Kamu nanti sekamar sama Kimi.”
“Kamu?”
“Sendiri lah,” timpal Sadam sewot. “Aku kan udah gede, kata kamu. Badan aku juga gede, satu kasur cuma muat aku doang.”
“Jadi, kamu sama Sammy pisah kamar.”
Sadam mengangguk. “Jadi kamu tau kan, kalau nggak bisa tidur bisa pergi ke mana…?” Sadam menoleh, sengaja menaik-naikkan kedua alisnya untuk menggoda Raya.
Raya otomatis mendorong wajah Sadam menjauh. “Nggak usah aneh-aneh kamu, ya. Makan aja tuh kasur sendiri. Badan kamu kan segede gorilla.”
“Jahat banget kamu ih, body shaming aku.”
Raya hanya tertawa melihat wajah pura-pura cemberut Sadam.
— tbc.