[Kembaliannya Mana?] — Godaan Syaitan
Sadam dan Raya baru saja kembali ke vila setelah makan malam. Jam sudah menunjukkan nyaris pukul 11 malam waktu Raya merebahkan diri di sofa ruang tengah sambil menyalakan televisi, sementara tubuh bongsor Sadam yang kekenyangan terbaring di karpet depan sofa.
“Yang, kamu kalo ngantuk langsung tidur ke kamar aja gih. Biar aku yang nungguin Kimi,” ucap Raya melihat mata Sadam nyaris terpejam dan kesadarannya hanya sisa separuh waktu Raya ajak nonton film bersama.
Kaki Raya terulur menyenggol lengan Sadam sehingga pria itu terbangun dengan kondisi terkejut.
“Hah? Hah?” Sadam terduduk, menengok ke kanan dan kiri, melihat situasi di sekitarnya dengan bingung. Melihat Raya terduduk di sofa sambil menekan-nekan tombol remot dengan bosan, Sadam pun pindah, duduk di sebelah Raya dan merentangkan tangannya sehingga kepala Raya bisa bersandar di sana.
“Kekenyangan aku yang…” Sadam merebahkan kepalanya pada sandaran sofa. Matanya terpejam, nyaris kembali tertidur. Tangan Raya bergerak mengelus pipi Sadam. “Tidur aja gih ke kamar.”
Sadam menggeleng, ia kembali menegakkan kepalanya dan tersenyum sambil memeluk tubuh mungil Raya sehingga perempuan itu pun nyaris tumbang ke ujung sofa.
“Nggak mau, kapan lagi bisa berduaan sama kamu sampe tengah malem.”
“Yangg… berat,” keluh Raya, tapi malah semakin mempererat pelukannya pada tubuh Sadam. “Ayo nonton?”
Kepala Sadam yang sedang mengendus rambut Raya yang wangi hanya merespons seadanya. “Hm…? Nonton apa?”
Tangan Raya terjulur, berusaha meraih remot yang tertimpa pahanya. Raya kesulitan karena gagal menyingkirkan tubuh Sadam yang berat hingga akhirnya menyerah. Raya pasrah, membiarkan Sadam tidur sambil memeluknya sementara satu tangan Raya mengelus-elus kepala Sadam dan satu lagi menepuk-nepuk punggung bayi besar tersebut.
“Haaahhh… gimana nanti kalau LDR beda benua?” tanya Raya, tak menyangka bahwa Sadam masih tersadar dan merespons pertanyaannya.
“Aku susulin ah… Mana kuat ditinggal ayang lama-lama….” Raya bisa merasakan tubuh Sadam bergetar pelan karena tawa. Mendadak pria itu bangkit, tangan Sadam menopang tubuhnya di kedua sisi tubuh Raya. Pandangan mereka bertemu.
“Kalo aku kerja jadi tukang bersih-bersih di sana, kamu malu nggak?”
“Ya nggak lah? Aneh banget pertanyaannya,” sahut Raya cepat. Aneh banget nih orang, ya kali malu, dia aja usahanya di sini banyak banget.
Sadam tersenyum lebar, hingga matanya nyaris hilang. “Yaudah nanti aku susulin ke sana, ya?”
“Terus bisnis kamu di sini gimana?” Tangan Raya bergerak ke atas, menepuk-nepuk pipi Sadam sehingga kini pria itu tersadar sepenuhnya.
“Ya biar diurus sama Pepet dan Tama lah. Aku sibuk ngurusin kamu aja.”
Raya mendorong wajah Sadam menjauh karena malas mendengar gombalannya barusan sementara pria itu kembali tersenyum lebar.
“Yang, bangun ah. Nggak enak nanti diliat Kimi begini. Kamu ngasih contoh nggak bener ke adek kamu.”
Sadam enggan, malah merebahkan kembali tubuhnya untuk memeluk Raya. “Biarin. Dia nggak liat ini.”
Namun tak berapa lama, Sadam kembali bangkit, matanya memandang Raya dalam-dalam, membuat Raya bingung dengan maksud tatapan kekasihnya tersebut. Sadam menatap Raya cukup lama, seperti meminta izin. Sikap Raya yang diam pun dianggapnya sebagai persetujuan.
Tanpa menunggu lagi, kepala Sadam mendekati kepala Raya hinnga nyaris tak berjarak. Nafas mereka beradu. Namun tepat saat bibir mereka bersentuhan, sebelum Sadam sempat membuka bibirnya dan mengecup bibir Raya, terdengar suara ribut dari arah pintu Vila.
“Assalamualaikum, tuan putri datang!”
Sadam meringis kesal mendengar teriakan nyaring Kimi diikuti suara langkah kaki tergesa-gesa memasuki vila. Dengan ogah-ogahan, Sadam pun bangkit setelah Raya meronta-ronta mendorong tubuhnya.
“Shit,” maki Sadam pelan. Emang doa babeh manjur banget ini. Nggak boleh bikin maksiat!
— tbc.