[Kembaliannya Mana?] — Hangus
Pukul delapan lewat sepuluh menit malam hari. Raya berkali-kali melirik ke pintu masuk bandara. Keluarga dan teman-temannya sudah berkumpul sejak satu jam yang lalu. Hanya Sadam dan Kimi yang belum datang. Keduanya seharusnya sudah berangkat sejak dua jam yang lalu, tetapi mendadak hilang kabar dan tak ada yang bisa dihubungi.
Raya hanya punya waktu sepuluh menit — itupun masih harus berlarian untuk mengejar waktu boarding time. Raya gelisah, tapi berusaha tak menunjukkannya.
“Sadam nggak jadi datang?” tanya Dewi, Sadar sepertinya Raya mulai cemas.
“Mungkin masih di jalan, Ma. Macet. Kan habis nganter Pak Sultan dari rumah sakit.”
Tangan Dewi bergerak-gerak mengusap punggung Raya. “Duh, sedihnya yang mau LDR.”
Raya tersenyum sambil memeluk Dewi. “Iya nih, sedih banget sekarang harus nyiapin apa-apa sendiri lagi. Gak ada deh yang bikinin Raya nasi goreng lagi setiap pagi.”
“Hm… gombal.” Dewi mencium kedua pipi Raya, diikuti suaminya.
“Ini Kakak telepon Sadam berkali-kali juga hp-nya gak aktif.” Ganda menatap layar ponselnya dengan kening mengerut, menatap deretan pesan yang ia kirim kepada Sadam namun tak kunjung mendapat balasan.
Mengikuti jejak Dewi, Uta, yang sudah mengekori Raya sejak dari rumahnya, mengelus-elus Raya dengan sayang. “Pasti dateng, kok….”
Lima menit waktu berlalu. Orang yang ditunggu tiba. Kimi berlari tergopoh-gopoh menghampiri Raya, nafasnya ngos-ngosan. Sammy, di belakangnya, menyusul dan mengusap-usap punggung Kimi agar lebih tenang.
“Bang Sadam mana?” tembak Raya langsung.
Kimi yang posisi tubuhnya masih membungkuk karena kelelahan hanya melambai-lambaikan tangan.
“Bang…hhh Sadham… di rumah sakit.”
“Hah?” Air muka Raya mendadak pucat. “Dia baik-baik aja, kan?”
“Hhh… kecelakaan.”
“HAH?” Otomatis mata semua orang tertuju kepada Kimi. Yang ditatap pun buru-buru meralat.
“Bhukan Bang Shadam hhh… yang kecelakaan. Ghiinnaa. Kak Gina ditabrak mobil waktu… nyebrang ke Juragan. Bang Shadam… liat dan ada di situ.” Kimi mengangkat ponsel di tangannya tinggi-tinggi. “Hp-nya dia mati. Jadi gue buru-buru ke sini dianter Sammy.”
Raya terdiam di tempat. Tak tahu bagaimana harus menanggapi berita yang dibawa Kimi. Sedih dan kecewa sudah pasti. Mau menyalahkan Sadam pun tidak bisa. Menyalahkan Gina juga tidak. Raya berpikir, memang takdir sepertinya ingin memisahkan ia dan Sadam.
Akhirnya, Raya hanya bisa mengangguk dan tersenyum. “Ya udah nggak apa-apa. Makasih banget ya Kimi udah dateng.”
Raya memeluk Kimi erat dan menepuk-nepuk punggung perempuan itu sambil berusaha kuat menahan air mata di pelupuk matanya.
“Salam aja buat Bang Sadam.”
— tbc.