[Kembaliannya Mana?] — Happy for You…

soljaecruise
3 min readSep 4, 2024

--

Raya menarik napas lega usai menutup pintu penumpang depan mobil Sadam. Sebetulnya bukan Sadam saja yang merasa keringat dingin waktu menemui Jo Daniel tadi pagi, tetapi Raya juga merasakan hal yang sama. Baru beberapa hari merintis karir menjadi pegawai magang, ia sudah terancam kena pecat karena alasan konyol.

Untungnya semua urusan hari ini berjalan lancar dan berakhir damai. Raya menatap Sadam yang masih berdiri di depan mobil, tampak mengobrol serius dengan Jo Daniel — sepertinya soal urusan bisnis. Terakhir, sebelum Sadam akhirnya masuk ke mobil, Raya sempat melihat Jo Daniel menyerahkan kartu namanya kepada Sadam. Mata Raya otomatis melebar, apalagi meihat Sadam masuk mobil dengan senyum semringah.

“Seneng banget kamu? Kayak abis dikasih uang dua miliar,” ucap Raya tepat begitu Sadam memasukkan kartu nama Jo Daniel ke dompetnya.

“Seneng lah… abis deal-deal-an bisnis gede nih. Alhamdulillah bisa nambah modal buat ngajak ayang nikah di GBK.” Sadam dengan sengaja menyolek dagu Raya dengan genit, membuat Raya bergidik geli.

“Apa ih…?”

“Rahasia,” jawab Sadam, sengaja ingin membuat Raya penasaran. Namun, begitu melihat wajah Raya cemberut, Sadam pun tak tega, apalagi hari ini ia juga sudah membuat Raya cemas karena harus menghadap ke ruangan bosnya untuk meminta maaf atas kelakukan aneh-aneh Sadam.

“Pak Jo setuju bikin kerja sama pengadaan ATK buat kantor kamu, Yang….”

“Hah? Baik banget?”

Sadam mengangkat kedua bahunya, wajahnya tampak penuh rasa percaya diri. “Bagus kan skill marketing aku?” Raya otomatis mengacungkan kedua jempolnya kepada Sadam, memuji habis-habisan kekasihnya.

Mendapat banyak pujian, Sadam pun jadi semakin besar kepala. Ia melajukan mobilnya dengan perasaan bahagia membuncah. Raya ikut tersenyum sambil menggenggam tangan kiri Sadam.

Hari yang dikiranya akan suram, ternyata malah penuh rasa bahagia… Apalagi… ada satu kabar bahagia yang sebenarnya belum Raya beritahu kepada Sadam. Kabar yang baru Raya terima tengah malam tadi, tetapi saking cemasnya ia akan menghadap Pak Jo pagi ini bersama Sadam, kabar itu sengaja Raya simpan.

“Yang….”

“Hm…?” Sadam menoleh, menatap Raya yang kini sedikit mencondongkan tubuh ke arahnya. “Kenapa, sayangku?”

Raya tertawa pelan, tak kuasa menahan rasa senangnya sebelum sempat memberi tahu Sadam. “Aku dapat beasiswanya.”

Sadam menoleh cepat. Jakunnya bergerak naik-turun saat Sadam berusaha menelan ludah dengan berat. Sadam belum merespons, ia memilih menepikan mobilnya sementara di depan sebuah Ruko yang sepi.

“Gimana, Yang?” tanya Sadam mencoba memastikan.

“Aku….”

“Iya….”

“Berhasil….”

“He em….”

“Dapat beasiswa.”

Ketika Raya merentangkan kedua tangannya ke atas, siap mendapatkan pelukan dari Sadam, yang dilakukan Sadam justru mematung di tempat. Raya tidak tahu, tidak yakin apa yang dirasakan Sadam, tapi sepertinya tidak sama bahagia seperti apa yang Raya rasakan. Raya menurunkan kembali kedua tangannya.

“Kenapa, Yang…?” tanya Raya bingung.

Sadam mengerjap, tampak seperti baru tersadar dari pikirannya sendiri. Raya melihat dengan jelas bagaimana pria itu memaksakan seulas senyum di wajahnya.

“Wah… hebat ayangku. Selamat ya….” Barulah saat itu Raya merasakan pelukan Sadam yang meski erat, namun terasa dingin, seperti kata-kata yang diucapkannya barusan.

“Kamu… kok kayaknya nggak seneng, Yang?” tanya Raya begitu Raya melepaskan pelukannya.

“Enggak,” elak Sadam bohong. Tangannya kembali menyentuh kemudi, bersiap melajukan mobil kembali. “Masa enggak seneng? Ya seneng lah…. Ini kan impian kamu.”

“Yang bener?” Raya cemberut menatap Sadam. Ia merengek sambil menarik-narik lengan kiri Sadam. “Yang bener… kamu seneng…?”

“Iya, Ratu Soraya…. Aku turut berbahagia buat kamu….”

“Ih, apa sih? Kok jadi dingin gitu?” Raya menjauhkan tubuhnya agar ia bisa memperhatikan wajah Sadam dengan lebih jelas. “Yanggg…?”

“Beneran, Yang. Aku seneng. I’m happy for you.”

Raya tak mengungkitnya lagi. Namun, jelas, ada yang aneh. Raya yakin, ada sesuatu yang disembunyikan Sadam. Apalagi setelah pembicaraan itu, Sadam tampak tidak seantusias seperti saat usai berbicara dengan Jo Daniel. Bahkan, ketika Raya memberikan ciuman pamit kepada Sadam di pipinya sebelum turun mobil, pria itu hanya tersenyum seadanya, wajahnya tampak lelah.

Goodnight, sayang. Besok istirahat, ya. Nggak usah ke Bekasi. Jauh. Nanti sakit kalo keseringan.”

Sadam mengangguk. Sebelum Raya turun, Sadam menarik tubuh Raya, memeluknya erat, lebih erat dari sebelumnya ketika mereka menepi di sisi jalan.

“I’m happy for you, sayang….”

tbc.

--

--

Responses (1)