[Kembaliannya Mana?] — Kawinin Aja!

soljaecruise
2 min readSep 7, 2024

--

“Ganteng, nggak?”

Raya mengangkat kedua alisnya, menatap Sadam dengan saksama dalam balutan beskap hitam dilengkapi blangkon sebagai hiasan kepala. Sadam berdiri tegap di depan Raya, memasang pose sempurna sehingga agar mendapatkan nilai sempurna. Mata Raya menatap Sadam dari ujung kepala hingga ujung kaki, ia juga berputar mengelilingi Sadam, seperti juri lomba peragaan busana yang sedang menilai kontestan.

“Jelek, ya?” Sadam mulai khawatir.

Raya tertawa melihat ekspresi panik Sadam, ia kemudian mengacungkan kedua ibu jari tangannya. “Ganteng banget, Yang. Seratus dari aku.”

“Beneran?” Sadam tersenyum kesenangan. “Kamu juga cantik banget. Tiga ribu dari aku. Soalnya, elepyu, Yang.” Tangannya langsung menggandeng tangan Raya erat, mengajaknya segera memasuki lokasi acara resepsi pernikahan Ganda.

Prosesi akad telah selesai dilaksanakan pagi tadi, di sebuah masjid agung tak jauh dari rumah Raya. Sadam beserta keluarganya juga hadir di sana, termasuk juga Kimi yang sejatinya paling malas bangun pagi. Namun demi Raya, yang ia sudah anggap seperti sahabatnya sendiri, Kimi rela bangun jam empat pagi dan mengikuti rangkaian prosesi akad nikah kakak kandung Raya.

Resepsi pernikahan Ganda malam ini diadakan di hotel. Kalau beberapa waktu lalu Raya yang berkesempatan dikenalkan ke keluarga besar Sadam, kali ini ganti sebaliknya. Meski jumlahnya tak sebanyak keluarga Sadam, seluruh keluarga besar Raya senang bisa berkenalan dengan pacar pertama yang secara resmi Raya kenalkan kepada keluarganya. Semuanya memuji dengan kata yang sama, ganteng. Sadam besar kepala, Raya juga ikutan bangga.

Di sesi foto bersama para tamu undangan, Raya duduk menikmati makanan di area VIP bersama Sadam dan Babehnya. Kimi sedang berkeliling ditemani Sammy. Selain mempelai pengantin, Kimi juga sibuk melakukan foto bersama para penggemarnya.

“Jadi, kapan rencananya berangkat kuliah, Neng Raya?”

Raya yang sedang menyesap jus jeruk menaruh kembali gelasnya ke atas meja.

“Perkuliahannya sih baru mulai sekitar pertengahan tahun, Beh. Tapi aku bakal berangkat lebih awal untuk cari tempat tinggal dan adaptasi di sana. Rencananya, tiga bulan lagi berangkat.”

“Waduh, cepet amat.” Sultan menatap Sadam yang cemberut. “Pantes anak babeh mukanya kecut terus.”

“Kawinin aja, Beh,” celetuk Sadam yang langsung mendapatkan pukulan keras dari Raya di lengannya. “Ngasal banget kamu ngomongnya.”

Sultan Januar berdecak seraya geleng-geleng kepala, melihat Sadam lanjut memasang wajah kecut seperti anak kecil.

“Udeh biar si Raya sekolah dulu. Lu urus bisnis di mari, biar bisa beli rumah yang gedong. Masa lu ngawinin anak orang mau lu ajak tinggal di gudang ruko lu?”

“Ya nggak lah, Beh. Kalo perlu Sadam buatin istana buat Raya mah….”

Raya enggan menanggapi celotehan lebay Sadam, ia memilih lanjut makan dan kembali mengobrol dengan Sultan Januar. Sadam yang merasa terabaikan sengaja menggeser kursinya sedekat mungkin kepada Raya sehingga tubuh mereka bersenggolan.

“Ngapain mepet-mepet sih, Yang? Nggak malu apa sama Babeh?” omel Raya.

Sadam tidak peduli. “Kelewat cakep kamu malem ini, takut diculik orang.”

Tangan Sadam melingkari lengan Raya erat, persis seperti monyet yang sedang gelendotan. Kepalanya juga ia sandarkan pada pundak Raya, tak peduli Sultan Januar sepertinya sudah muak dengan kelakukan putra sulungnya sendiri.

Bocah bucin bener yak, batin Sultan.

tbc.

--

--

No responses yet