[Kembaliannya Mana?] — Makan Bersama
“Satu… Dua… Tiga! Senyum!”
Sadam menekan tombol shutter kamera ponsel Raya berkali-kali, mengabadikan pose bahagia Raya bersama keluarga mereka. Betul, hari ini adalah hari penuh sejarah. Bukan hanya karena Raya resmi menyandang gelar sebagai Sarjana, tetapi juga menjadi pertemuan pertama keluarga Sadam dan Raya.
Sadam dilingkupi rasa bahagia yang membuncah melihat Ayah Raya dan Babehnya mengobrol akrab. Kimi — yang biasanya paling malas berbasa-basi dengan orang tak dikenal juga bahkan aktif bercerita mengenai perawatan kulit yang ia lakukan kepada Raya, Dewi — ibunya Raya — juga Tania — calon kakak ipar Raya.
“Mana ini? Kok calon menantu Mama malah nggak ikut foto?”
Tangan Dewi melambai-lambai, meminta Sadam menghampiri mereka agar bisa mengambil swafoto bersama. Mendengar dirinya disebut sebagai calon menantu, Sadam mesem-mesem, sama seperti Raya. Ia berjalan cepat menghampiri Dewi dan langsung memasang pose begitu Dewi mengeluarkan ponsel miliknya sendiri dan menjulurkan tangan, siap mengambil gambar.
“Papah, ayo sini foto dulu. Ini calon menantunya lengkap. Ayo, Pak Sultan sama Kimi, pacarnya Kimi juga.”
Mereka pun kembali berpose, mengambil foto berkali-kali. Ada pose di mana Sadam mengacungkan dua jari, menjulurkan lidah, mencium pipi Raya, menaruh dua jari di atas kepala Raya, mencium pipi Raya lagi… Sampai babehnya pun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Sadam. Sudah secinta itu, tetapi disuruh menikah masih ditunda-tunda, heran Sultan.
Kebahagiaan yang dirayakan kedua anggota tersebut pun dilanjut dalam acara makan bersama di restoran keluarga yang dikelola oleh Sultan Januar. Untuk merayakan kelulusan Raya dan Kimi, hari ini restoran khusus memberikan promosi diskon 25% untuk semua pengunjung yang datang pada jam makan malam.
“Ini kan kakaknya Raya, Ganda, InshaAllah bulan depan mau menikah, Pak Sultan. Kami dengan senang hati mengundang keluarga Bapak untuk datang menyaksikan pernikahan putra kami,” Ucap Indra, ayah Raya sembari menikmati makan malam mereka.
Raya yang duduk di sebelah Sadam hanya mendengarkan sambil fokus memotong ikan gurame goreng. Karena kesulitan, ia pun meminta bantuan Sadam. “Kamu mau yang mana? Kepala atau ekor?”
“Ekor,” jawab Raya sambil kembali mendengarkan pembicaraan ayahnya dan babeh Sadam.
“Oh, tentu… dengan senang hati. InshaAllah kalau nggak ada halangan, kami sekeluarga pasti datang.”
“Anu, Pak Sultan…,” Dewi menyela sambil tersenyum sedikit malu dan merasa bersalah. Matanya melirik Sadam dan Kimi berkali-kali, membuat Raya memicing curiga. “Kalau boleh… saya sih pengennya Sadam, Kimi, Pak Sultan juga datang pakai seragam keluarga. Gimana pun… Sadam ini sudah sering main ke rumah. Sudah saya anggap seperti anak sendiri.”
Raya mendengar Sadam terkikik di sebelahnya, sementara Ganda, yang duduk di seberang mereka menunduk dengan wajah tanpa ekspresi, sibuk makan dan enggan menanggapi. Raya tahu, kakaknya itu pasti bukan kesal karena Sadam dan keluarganya mendapat perlakuan “spesial” di hari pernikahannya, tetapi karena saat ini Sadam pasti merasa senang dan besar kepala karena ucapan Dewi barusan. Walau sudah berdamai, jiwa persaingan Sadam dan Ganda memang nampaknya tidak akan pernah padam.
Sadam berbisik kepada Raya. “Calon anak laki kesayangan Mamah Dewi nih, Bos….” Sadam sengaja melirik Ganda ketika mengatakannya, membuat kakak satu-satunya Raya tersebut menyendok makanannya dengan heboh sambil memelototi Sadam.
“Diem lo,” ancam Ganda melalui tatapan matanya. Tania, di sebelah Ganda, mengusap-usap tunangannya, mencoba meredakan percikan antara Sadam dan Ganda. Sadam hanya menanggapi dengan tawa sinis sebelum kembali tersenyum semringah menatap Dewi.
“Makasih, Mah….”
Mah??? Raya otomatis melirik Sadam cepat. Yang dilirik pun malah tertawa cengengesan, merasa menang karena Dewi menerima panggilan yang diberikan Sadam.
Sepanjang hari itu Raya merasa sangat bahagia dikelilingi oleh orang-orang yang paling ia sayangi. Meski awalnya skeptis, mengira ia tidak akan memiliki pacar sebagai pendamping wisuda karena Ganda yang terus mengekangnya, Raya bersyukur pada akhirnya ia memiliki Sadam, pria yang belakangan ini — entah mengapa — sedikit berubah, bukan dalam artian negatif.
Raya merasa, Sadam belakangan ini lebih sering menempel. Ke manapun Raya pergi, Sadam akan selalu mengikuti. Kadang membuat Raya kesal karena pria itu sering mengabaikan pekerjaannya sendiri dan malah lebih mementingkan Raya. Atau, kadang Sadam juga terlalu memaksakan diri untuk bertemu dan menemani Raya hingga melupakan kesehatan dirinya sendiri.
Raya merasa Sadam sedikit berubah…
Sejak mendengar berita kelulusan lamaran beasiswa Raya.
— tbc.