[Kembaliannya Mana?] — Mitos 7 Kembaran

soljaecruise
5 min readSep 3, 2024

--

Sadam sudah nyaris satu jam menunggu di parkiran hotel — tempat lokasi liputan Raya hari ini. Dia memang datang lebih cepat karena tak sabar ingin bertemu kekasihnya. Baru dua hari tidak bertemu, nampaknya sendi-sendi tubuh Sadam mendadak ngilu dan suhu tubuhnya mendadak naik karena terlalu lama ditinggal Raya.

Sadam menggoyang-goyangkan kakinya tak sabar. Seharusnya acaranya sudah selesai. Raya bilang ia akan segera keluar lima belas menit yang lalu. Namun saat ini Sadam bahkan belum melihat tanda-tanda acara selesai. Lobi hotel masih tampak sepi, tidak ada kumpulan orang-orang berlalu-lalag keluar dari sana.

Sadam akhirnya memutuskan untuk turun. Bukan untuk mencari Raya, tetapi karena ia sudah tidak tahan ingin buang air besar. Sadam buru-buru masuk ke lobi dan mencari papan penanda toilet tak jauh dari pintu masuk.

***

Kondisi toilet pria sepi. Jo Daniel yang baru saja menyelesaikan agenda utamanya hari ini sedang mencuci tangan, menghapus sisa-sisa tinta spidol yang sempat bocor dan menodai jari-jarinya. Jo menggosok sekuat tenaga, tetapi noda-noda kehitaman itu seakan tak ingin hilang, sebanyak apapun sabun yang Jo tuangkan ke tangannya.

Jo berdecak. Ia agak terburu-buru karena Linggar pasti sudah menunggunya. Semenjak memasuki trimester akhir kehamilan, Jo jadi semakin protektif kepada istrinya tersebut. Ia tak bisa membiarkan Linggar jauh dari pengawasannya, makanya sejak Linggar hamil, Jo sangat membatasi agenda kerjanya di luar kota.

Saat Jo nyaris menyerah, salah satu pintu toilet di belakangnya terbuka, menampilkan sosok lelaki dalam balutan jaket abu-abu terang, celana jeans usang, dan beanie hitam berjalan mendekatinya, berdiri di depan wastafel tepat di sebelah Jo. Pria itu masih menunduk, sibuk mencuci tangan lalu wajahnya. Sementara, alis tebal Jo Daniel sudah terangkat sejak melihat wajah pria itu melalui cermin toilet.

Sekilas. Kalau diperhatikan sekilas…, berasa punya kembaran? Jo terheran-heran sendiri. Ketika dirasa sudah terlalu lama Jo memandang takjub, pria tersebut berhenti membasuh wajahnya dengan air yang mengalir dari keran dan melirik Jo.

“Kenapa, Bang?” Sadam mengerjap, matanya tak bisa dengan jelas melihat lelaki yang berdiri di sebelahnya dengan pakaian formal lengkap — sangat berbanding terbalik dengan penampilannya yang kelewat santai — tetapi Sadam sadar, pria itu sudah beberapa menit memandanginya.

Sadam mendengar pria itu berdeham, tak menjawab pertanyaannya dan lanjut mencuci tangan. Sadam mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh, ia meraih tisu toilet tepat di dinding sebelah sang pria untuk menghapus sisa-sisa air di wajahnya. Setelah itu, barulah Sadam bisa melihat dengan jelas dan menyadari apa yang membuat pria itu memandanginya.

Sadam mengerjap beberapa kali. “Bang, lu punya tanda lahir di ketek sebelah kiri, nggak?”

Wajah Jo Daniel otomatis mengerut. Orang gila mana yang cara kenalannya nanyain tanda lahir di ketek?

“Enggak,” jawab Jo Daniel tidak bersahabat. Sadam mengangguk-angguk. “Bagus deh, berarti lo emang bukan anak babeh gue.” Sadam mengembuskan napas lega, sementara kerutan di kening Jo tampak makin dalam. “Adanya di sebelah kanan?”

Sadam terdiam. Jo terdiam. Di antara suasana hening tersebut, keduanya bahkan bisa mendengar suara halus air mengalir dari saluran wastafel.

Sadam menelan ludah berat. “Duluan ya, Bang.” Sadam pun ngibrit lari keluar toilet dengan jantung berdegup kencang.

ANJRIT. GUE RASA BUKAN ORANG ITU. JIN GANTENG YANG MENYERUPAI GUE? SUMPAH. TADI KAKINYA NAPAK TANAH KAGA YA?

Dada sadam naik-turun karena pacuan adrenalin. Bulir-bulir keringat muncul di sekitar pelipisnya karena rasa takut dan terkejut yang menguasai diri Sadam. Ia berjalan cepat melalui koridor toilet yang sepi. Tepat di ujung lorong, ia bertemu Raya — atau, orang yang ia kira adalah kekasihnya.

“ASTAGHFIRULLAHALADZIM!” Sadam melompat ke belakang. Untungnya tangan Sadam dengan cepat meraba dinding di sebelah kirinya, kalau tidak, Sadam pasti sudah terjungkal. Pandangan Sadam lari dari ujung kepala hingga ujung kaki, memindai penampilan perempuan di hadapannya.

“AYANG, KENAPA TIBA-TIBA BUNTING? HAMIL ANAK SIAPA KAMU??”

Wajah perempuan di hadapan Sadam tampak kesal. “Jo, nggak lucu ah bercandanya. kamu lama banget sih di toilet? Kenapa ganti baju segala? Emang baju kamu kena tinta spidol juga?” perempuan itu merangsek mendekati Sadam. Sadam pun kembali beringsut mundur. Kepalanya mencoba mencerna kata-kata perempuan tersebut?

Jo? Siape nih Jo? Jojon? Ko tega-teganya ayang manggil gue dengan nama cowok lain?

“Yang… jawab… kamu hamil anak siapa…?” Suara Sadam bergetar, perpaduan antara rasa terkejut dengan rasa sakit hati yang membuatnya sedih luar biasa. Perlahan, Sadam mencoba mendekati perempuan tersebut.

Ketika jarak Sadam tinggal selangkah lagi, perempuan itu memukul lengannya pelan. “Aku lagi hamil gede gini kamu masih bisa bercada ya, Jo? Terserah. Aku pulang sendiri aja naik taksi kalo gitu.”

Perempuan tersebut berbalik pergi, jelas tampak kesal. Sadam pun buru-buru menarik tangan perempuan tersebut.

“E-Eh… tunggu.”

Tepat ketika perempuan tersebut menepis tangan Sadam, ia merasa tubuhnya seakan ditarik ke belakang dengan kencang. Tubuh Sadam terpelanting ke lantai.

“NGAPAIN KAMU GANGGUIN ISTRI SAYA?”

Sadam mendongak, melihat lelaki yang ia temui tadi kini berdiri di samping perempuan tersebut, menatapnya seakan ingin membunuh. Hanya satu kata yang bisa menggambarkan perasaan Sadam saat itu, Ngeri. Sadam bangkit berdiri dengan sedikit sempoyongan. Tangannya meraba dinding untuk membantunya berdiri tegak.

“Bang, ini bukannya pacar gue?” tanya Sadam dengan sisa keberanian dan rasa percaya diri. Ia yakin ia tidak salah lihat, perempuan di depannya adalah Raya, kecuali… rambutnya yang mendadak tiba-tiba panjang, padahal baru minggu lalu Sadam temani potong rambut di salon.

Sejenak, Sadam mulai ragu. Ia memperhatikan kembali perempuan tersebut dan mulai merasa ada yang aneh. Pertama, masa cuma ditinggal dua hari tiba-tiba bisa bunting segede itu? kedua, ayang gue pake sampo apa ya rambutnya bisa tiba-tiba panjang? Sambung rambut kah kemaren?

Sebelum Sadam sempat mencerna situasi di antara mereka, Raya — yang asli — muncul di tengah-tengah mereka. Wajahnya tampak panik karena memang ia segera berlari saat mendengar suara Jo Daniel yang menggelegar. Kebetulan, Raya memang sedang menuggu Sadam di lobi dan terkejut saat mendengar perseteruan di lorong sebelah tempatnya berdiri. Raya makin terkejut waktu melihat Sadam tengah berdiri sempoyongan di depan Kak Linggar yang bersembunyi di balik tubuh Pak Jo.

“Yang!” Raya berlari menghampiri Sadam. Ia memukul-mukuli pria tersebut. “Ini bos aku!”

Setelah diomeli, bukannya buru-buru Sadar, Sadam malah menepuk-nepuk kedua pipi Raya dengan kedua telapak tangannya. “Ini beneran kamu? Ayang aku?”

Raya menepis tangan Sadam dengan kesal. “IYA INI AKU. KAMU SALAH ORANG! ITU KAK LINGGAR, SENIOR AKU! CEPET MINTA MAAF.” Sadam yang masih setengah Sadar pun tak langsung menuruti perintah Raya sehingga perempuan itu menepuk punggung Sadam kencang dan menarik tubuhnya agar merunduk

“Pak Jo, Kak Linggar, maafin kelakuan pacar saya, ya. Saya yakin, dia nggak ada maksud melecehkan Kak Linggar. Dia cuma salah paham.” Raya ikutan menunduk meminta maaf.

Jo Daniel yang sejatinya sudah ingin melayangkan tinju ke wajah Sadam pun akhirnya menahan emosinya setelah Linggar mengusap-usap punggung pria tersebut. “Udah, Jo. Aku juga tadi salah sangka. Kirain dia itu kamu, abis mirip banget.”

Jo mengembuskan napas berat, lalu memalingkan wajah. “Ayo pulang.” Tangan Jo merangkul pundak Linggar dan membawa perempuan itu pergi.

Raya pun meringis, ia melihat Sadam masih merunduk setengah sadar, tampak belum pulih dari keterkejutannya yang nyaris membuat Sadam jantungan.

“Yang… jangan tiba-tiba hamil ya. Dunia berasa runtuh, Yang…,” ucap Sadam lirih.

Raya mengembuskan napas emosi. “KAMU MALAH MENTINGIN ITU? Kalo tadi kamu dihantam sama Pak Jo, tinggal nama kamu Yanggg.” Raya melambai-lambaikan tangannya di depan Sadam, mencoba menyadarkan lelaki tersebut.

“Yang… kalo kamu dipecat jadi anak magang, kamu magang di Juragan aja lah. Enggak. Langsung aku angkat jadi pegawai tetap, Yang… Nggak usah magang di situ, bosnya serem, kaya iblis.”

Raya memutar bola matanya, lantas menarik tubuh Sadam yang sesungguhnya terasa sangat berat dengan tenaga Raya yang mungil.

“Terserah. Aku nggak tau nasib aku habis ini gimana. Sekarang ayo ke mobil, minum air, abis itu aku bacain Al-Fatihah kamu biar sadar dari kesurupan.”

tbc.

--

--

Responses (1)