[Kembaliannya Mana?] — Pasrah

soljaecruise
3 min readAug 21, 2024

--

Raya berjalan cepat sedikit terpincang-pincang melewati pintu masuk rumah sakit. Kepalanya berputar cepat mencari ruang IGD yang letaknya tak jauh dari sana. Papan penanda berwarna merah bertuliskan “Instalasi Gawat Darurat” terpampang beberapa meter dari tempat Raya berdiri.

Kaki Raya kembali bergerak. Meski masih sedikit diseret, kondisi kaki Raya sudah jauh lebih baik sebenarnya. Hanya belum nyaman difungsikan secara normal. Dengan kondisi begitu pun, Raya masih berjuang menjenguk Sadam ke rumah sakit setelah menerima pesan Kimi. Dia agak panik waktu turn dari taksi tadi, membayangkan kalau ternyata kondisi Sadam cukup parah dan harus menjalani operasi.

Syukurnya, begitu Raya menyibakkan tirai yang ditunjuk seorang suster saat Raya menanyakan pasien bernama Sadam Januar, berbagai pikiran buruk itu langsung sirna. Raya bisa melihat Sadam dan Kimi sedang saling melotot saat ia datang.

“Akhirnya!” Kimi melonjak berdiri dari kursi dan memeluk Raya. “Penyelamat gue datang.”

Raya yang masih terkejut hanya bisa membatu di tempat. Matanya melirik Sadam yang tampak lemas terbaring di atas kasur. Mata pria itu menatap Raya dengan nanar.

Kimi melepaskan pelukannya pada tubuh Raya. “Gue titip si gori sebentar, ya. Beli makan malam dulu. Lo udah makan?”

Raya mengangguk. “Lo makan dulu aja. Gue tungguin Bang Sadam.”

Dengan satu anggukan, Kimi pun pergi. Kini tersisa Raya dan Sadam saja dalam satu ruang rawat IGD yang sempit. Menahan hasrat ingin mencekik Sadam, Raya pun beranjak duduk di kursi sebelah ranjang sambil memeriksa kondisi tubuh Sadam.

“Gimana? Nggak kapok aneh-aneh lagi?” cibir Raya saat melihat Sadam meringis memegangi perutnya.

“Udah jadi pasien aja masih diomelin,” sungut Sadam. Tangannya terulur, meminta tangan Raya menggenggamnya. Satu alis Raya terangkat memandang tangan tersebut. Ngapain lagi ni orang?

Raya mengabaikan uluran tangan Sadam dan melipat tangannya di depan dada. “Orang gila mana yang udah tau nggak kuat makan pedas malah mesen ayam geprek 200 cabe??? HELLOO?? Bapak waras kahhh??”

Sadam menarik tangannya kembali dan memasukkannya ke dalam selimut dengan tampang sedih. “Apa nggak bisa orang sakit ini disayang-sayang gitu loh.”

Raya mencibir. Namun merasa lega karena sepertinya penyakit Sadam tidak seserius yang ia pikirkan sampai harus membawa Raya panik sepanjang jalan menuju rumah sakit.

Sambil menunggu izin rawat jalan Sadam, Raya terus-terusan menyentuh kening dan pergelangan tangan pria tersebut yang sedang tertidur. Mungkin efek obat, pikir Raya. Dia juga tidak mengerti dunia medis.

Wajah Sadam tampak seperti bayi saat tertidur pulas. Sudah hampir setengah jam pria itu tertidur, sementara Raya tak henti-hentinya melirik jam tangan. Sekarang sudah hampir pukul 10 malam, kalau ia tidak segera pulang, Ganda pasti akan meneleponnya.

“Gelisah banget.” Suara Sadam mengejutkan Raya. “Kenapa?”

“Nggak apa-apa,” bohong Raya.

“Takut kemaleman?” tanya Sadam lirih dengan kesadaran belum sepenuhnya terisi. “Nginep aja di rumah.”

“Enteng banget ngomongnya,” omel Raya. “Nanti Kak Ganda ngamuk yang ada.”

“Aku yang izinin.”

“Pede banget??” Satu alis Raya otomatis menukik memandang Sadam yang cengengesan.

Pada akhirnya, Raya pun ikut megantar Sadam sampai ke rumah bersama Kimi yang mengemudikan mobil Sadam. Setelah memastikan Sadam beristirahat dengan tenang di kasur, ia pun lekas pamit.

“Lo mau pulang lagi ke rumah?” tanya Sadam cemas.

“Nggak. Ke kosan.”

“Yaudah, ayo gue anter.” Sebelum Sadam sempat menyibakkan selimut yang ia kenakan, tangan Raya lebih dulu mencegat pergelangan tangan Sadam.

“Jangan berani-berani lo beranjak dari kasur!”

Sadam menatap Raya kecewa campur sedih. “Galak banget. Bahaya, udah tengah malam. Kalo lo kenapa-kenapa, Ganda bukan cuma ngamuk lagi, tapi gue juga dipancung!”

Raya menarik napas, memikirkan omongan Sadam yang dirasa ada benarnya. Sudah tengah malam seperti ini, naik taksi online pun tak menjamin aman. Raya jadi gelisah sendiri.

“Nginep di sini aja.”

“Nggak enak ah sama Kimi,” tepis Raya.

“Di bawah ada kamar tamu. Nanti diberesin dulu. Tapi nginep, ya?” pinta Sadam lagi.

“Gue perlu izin sama babeh lo, nggak?”

Sadam terkekeh. “Kalo babeh sih… kalo lo bisa tinggal di sini sekalian lebih seneng dia.”

Raya mendengus, lalu memukul lengan Sadam pelan. “Udah istirahat deh lo.”

“Iya, ini mau.” Sadam kembali memperbaiki posisi tidurnya. Lalu, sebelum memejamkan mata, ia pun kembali menatap Raya yang sudah siap meninggalkan kamar Sadam.

“Selamat tidurnya mana?” pinta Sadam seperti anak kecil.

Raya berbalik, menatap Sadam sambil menarik napas lelah. Sudah terlalu malam untuk marah-marah dan berdebat dengan pria itu. Ia juga ingin segera istirahat.

Good night,” ucap Raya, lalu menyentuh tangan Sadam sebelum meninggalkan kamar pria itu.

Bisa dipastikan, Sadam akan mimpi indah malam ini.

— tbc

--

--

Responses (1)