[Kembaliannya Mana] — Pesta Ulang Tahun Kimi

soljaecruise
5 min readAug 23, 2024

--

Sesampainya di lokasi pesta, Raya segera memisahkan diri dari Sadam. Untungnya Uta sudah sampai. Waktu Raya pamit, “Gue bareng Uta, ya.” Sadam hanya bisa termenung ditinggal pergi begitu saja. Padahal tangannya sudah siap menggandeng tangan Raya yang malam ini tampak cantik menggunakan gaun hitam, senada tuxedo Sadam.

Sadam sudah siap menerima pujian dari orang-orang jika mereka mengatakan Raya dan Sadam tampak seperti pasangan serasi. Namun, semua bayangan itu sirna saat Raya melenggang pergi ke arah sudut ruangan. Sadam melihat Raya langsung menggandeng Uta yang sedang menyesap minuman. Ia berharap yang digandeng Raya seerat itu adalah dirinya, bukan Uta.

Karena Tama sudah sibuk ingin berfoto dengan Kimi, sementara Pepet yang perutnya sejak di mobil sudah berbunyi langsung melahap berbagai makanan di dekatnya, Sadam memilih untuk mendekati panggung acara. Di sana ia melihat Bella, adik sepupunya, yang baru saja tiba dari Bandung demi menghadiri ulang tahun Kimi. Bella merupakan seorang model, jadi banyak teman Kimi yang hadir juga merupakan kenalan Bella.

Bella merangkul lengan Sadam ketika pria itu berada di sebelahnya. “Bang, kemarin ada earbuds gue nggak ya jatoh di mobil lo?”

Sadam menatap Bella sambil berpikir. “Tadi pagi pas bersihin mobil sih kayaknya nggak ada. Jatoh di mall kali? Pas kita makan siang tempo hari?”

Bella mengankat kedua bahunya. Ia pun memutar tubuh, menatap ke sekeliling. “Mana? Katanya lo sama cewek lo?”

Sadam membuang muka, menatap satu per satu para tamu yang wajahnya sama sekali asing. Lingkungan pergaulan Kimi memang jauh dari kehidupannya.

“Belom jadi cewek gue. Baru akan.”

“Yang mana? Penasaran gue.”

Tubuh Sadam otomatis berputar, mencari keberadaan Raya di tempat kali terakhir Sadam melihatnya. Perempuan itu sudah tidak ada di sana. Sadam mencari lagi ke sekeliling ruangan, tapi ia tidak bisa menemukan sosok Raya.

“Nanti, kalo ada cewek mungil, cantik, imut, ramah, ceria, rambutnya panjang, ada lesung pipitnya, dan bersinar pake gaun hitam, itu orangnya.”

Bella otomatis menatap Sadam waktu mendengar bagaimana pria itu mendeskripsikan perempuan yang ia suka. “Lo bener-bener naksir tuh cewek ya sampe semua pujian lo borong?”

Sadam mengangkat bahunya acuh tak acuh. “Emang beneran gitu kok.” Bella pun hanya menggeleng-geleng.

Sama seperti beberapa hari lalu, saat mereka makan siang usai Sadam menjemput Bella di stasiun, Sadam tampak selalu berapi-api ketika menceritakan tentang perempuan yang ia sukai. Bella jadi penasaran, perempuan hebat mana yang berhasil meluluhkan hati seorang Sadam Januar yang sudah lama menyulap diri menjadi badut ini?

***

“Ngeliatin apa sih, Ray?”

Mata Uta mengikuti arah pandangan Raya. Begitu ketemu, Uta hanya mengangguk-angguk maklum sambil tertawa.

“Menurut lo, itu gebetannya bukan?”

Raya menyesap jus jambu di tangannya sambil tak lepas menatap Sadam yang sedang mengobrol dengan perempuan tinggi yang ia lihat dua hari lalu di mall sedang makan siang bersama pria itu. Sadam tampak mengobrol dan tertawa lepas, membuat Raya penasaran topik pembicaraan apa yang membuat pria itu sampai tak beranjak dari tempatnya selama nyaris lima belas menit?

Alih-alih menjawab pertanyaan Raya, Uta malah menyodorkan ponselnya ke depan wajah Raya sambil membuka fitur kamera depan. Raya siap berpose memasang senyum, disangkanya Uta mengajak selfie.

“Nih, lo ngaca. Ini gebetannya.”

Raya menepuk lengan Uta pelan. “Rese lo.” Pandangannya kembali tertuju pada Sadam. “Bisa aja dia emang flirty?”

“Genit apa sih, Ray? Kurang jelas apa dia naksir sama lo?” Uta berkacak pinggang lalu menarik tubuh Raya agar tidak lagi memandangi Sadam karena Raya hampir saja tertangkap basah oleh sang wanita yang berdiri di sebelah Sadam!

Utara menarik tubuh Raya ke toilet dan berbicara di sana sambil mencuci tangannya yang belepotan saus pudding.

“Dia, Ray, di rumahnya ada genset. Pas banjir parah kemarin, dia gak pulang ke rumah babehnya, malah nolongin lo.”

Raya membela diri. “Tapi kan emang banjir, gak bisa kemana-mana.”

Uta menatap Raya melalui kaca toilet sambil mengeringkan tangan. “Iya, sih… Tapi lo mikir lah. Dia aja repot mindahin barang di Juragan, kata lo. Tapi masih sempet bela-belain nerjang banjir buat nolongin lo. Tunggu dulu, gue belum selesai,” ucap Uta galak begitu Raya ingin menyela.

“Sekarang yang paling penting, coba lo inget-inget, ya. Ada nggak, gue tanya, ada nggak cowok yang pernah mampir ke hidup lo yang berani nantangin abang lo di depan muka?”

Raya terdiam. Jelas itu bukan pertanyaan. Uta tahu pasti, tidak ada pria yang pernah serius dan berani mendekati Raya karena takut pada Ganda. Jangankan mengajak Raya kencan, sekadar menjemput di kampus saja, kalau kebetulan papasan, bisa dilabrak di tempat.

“Ada nggak?” tanya Uta sekali lagi.

“Nggak ada.”

“Itu.” Telunjuk Uta menunjuk pundak Raya. “Jadi, nggak usah kebanyakan mikir a-z. Kalo lo suka sama si Sadam, ya lanjut aja. Kalo gak suka, tolak sekalian. Beres, kan? Kayak nggak pernah nolak-nolakin cowok aja.”

Raya termenung di tempatnya, memikirkan perkataan Uta yang menohok tepat ke ulu hatinya. Sebelum Raya sempat tersadar, ia merasa tubuhnya ditarik keluar toilet oleh Uta.

Mereka berpapasan dengan perempuan itu — yang Raya curigai sebagai gebetan Sadam — tepat di pintu toilet. Pandangan mereka berpapasan sekilas, tetapi Raya keburu ditarik keluar oleh Uta.

Sayangnya, tepat di depan pintu toilet pria, Raya bisa melihat, sosok Sadam berdiri menunduk, seperti sedang menunggu. Sadam tampak terkejut saat melihat Raya dan Uta keluar dari pintu toilet.

“Lo nungguin gebetan lo, ya?” tanya Raya keceplosan. Anehnya, Sadam malah tersenyum lebar dan mengangguk.

“Ray, gue haus banget. Ambil minum dulu, ya.” Sadar perannya di antara Raya dan Sadam hanyalah figuran, Uta pun segera melepaskan diri, menyisakan Sadam dan Raya berdiri canggung dalam jarak dua meter.

Tangan Sadam menyambar tangan Raya, lalu menarik tubuh Raya berjalan cepat ke arah balkon luar. Di sana sepi, nyaris tidak ada orang karena memang acara tiup lilin akan segera dimulai.

“Acaranya mau mulai. Kenapa malah ke sini?” tanya Raya bingung. Ia melihat suasana kolam renang di bawah yang temaran dihiasi lampu-lampu kecil. “Gebetan lo kan masih si toilet tadi?”

“Siapa?” tanya Sadam bingung. “Bella?”

“Itu bukan Gina?” sambar Raya. “Atau Luna?”

Sadam melipat tangannya di depan dada, sambil mengulum senyum. Ia merasa lucu, karena kalau dugaannya tidak salah, sepertinya Raya memang salah sangka dan cemburu.

“Itu Bella. Adik sepupu gue yang tinggal di Bandung. Mau kenalan?”

Raya otomatis memalingkan wajahnya yang memerah karena malu. ANJRIT. Mikir apa sih gue dari kemarin?

“Ratu,” panggil Sadam, karena Raya terus-terusan menghindari tatapannya.

“Raya.”

“Apa?”

Sadam mengeluarkan kotak beludru dari saku celananya. Mata Raya mengikuti gerak tangan Sadam yang membuka kotak itu dengan bingung dan mengeluarkan isinya. Sebuah kalung sederhana, dengan hiasan permata berwarna biru.

Tangan Sadam bergerak, ingin memakaikan kalung itu kepada Raya. Sadam meminta izin, tetapi butuh waktu cukup lama bagi Raya untuk berpikir apakah sebaiknya ia menerima hadiah pemberian Sadam tersebut atau tidak.

“Ini apa maksudnya?” tanya Raya sambil menatap tepat di manik mata Sadam yang kini hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.

Sadam menarik tubuhnya kembali berdiri tegak, ia tersenyum menatap Raya.

“Ratu. Enggak, Raya,” ucapnya dengan jantung berdebar. Raya pun begitu. “Gue tau masih banyak yang pengen lo lakuin. Cita-cita, masa depan, impian lo, apapun itu, gue hormatin.”

Sadam maju selangkah, mengikis jarak antara ia dan Raya sehingga ia bisa melihat ekspresi Raya lebih jelas. Bingung, sekaligus terkejut.

“Gue bersedia nunggu. Bakal lebih baik kalo kita bisa wujudin impian bareng-bareng, tapi… gue akan nunggu lo.”

“Raya, gue suka sama lo. Maksudnya…, beneran suka sama lo, bukan bercanda kali ini serius.”

Sadam menatap Raya, diam menunggu. Raya pun sama, hanya bisa menatap Sadam karena mendadak lidahnya terasa membatu, tak bisa bicara.

Sekali lagi Sadam meminta izin kepada Raya untuk mamasangkan kalung kepada perempuan ini. Kali ini, Raya menerimanya.

tbc.

--

--

Responses (2)