[Kembaliannya Mana?] — Raya Hamil?
“Ayo Yang, katanya mau main lope-lopean. Produk buatan Jepang biasanya bagus-bagus.”
Raya menggebuk dada Sadam setelah suaminya itu sengaja menggoda Raya. Padahal Raya sudah terbaring lemas begini, bisa-bisanya Sadam masih bercanda.
Sadam merapatkan tubuh istrinya dalam pelukan. Wajah Raya tenggelam dalam dada Sadam.
Hari ini cuaca di luar cerah, waktu yang tepat untuk jalan-jalan. Tapi sejak semalam, Raya malah merasa lemas, mungkin karena kelelahan, pikirnya. Berharap pagi ini akan membaik, apa daya ternyata Raya malah terserang rasa mual mendadak. Jadilah pasangan suami istri tersebut hanya menghabiskan waktu bergelung di balik selimut hotel seharian sambil berpelukan.
Satu tangan Sadam memijat-mijat tengkuk Raya lembut, tangan lainnya mengusap punggung istrinya pelan. Sebagai gantinya, Raya memeluk pinggang Sadam, balas menepuk-nepuk punggung lebar milik pria itu, yang selalu menjadi tempat sandaran ternyaman.
“Gimana coba dulu kamu kalo pas sakit sendirian di Mamarika?” Sadam menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah Raya. Tatapannya lembut jatuh pada mata istrinya yang sendu.
Raya bergumam pelan. “Ya diem aja di flat sampai baikan.”
“Maaf ya, aku nggak nyusulin kamu ke sana. Sedih banget aku kalo inget kamu sendirian.”
Raya bergumam sekali lagi, kepalanya kembali menyeruduk dada Sadam.
“Mual banget, Yang?” suara Sadam terdengar khawatir. Raya mengangguk. “Mau ke dokter? Tapi nggak ngerti kalo dokternya ngomong pake bahasa ajinomoto, Yang….”
Raya terkekeh pelan. Ia memukul punggung Sadam meski sama sekali tak berefek bagi tubuh besar pria itu.
“Begini aja, udah nyaman. Yang penting dipeluk kamu.”
Sadam tersenyum lebar, semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Raya. Bibir Sadam mengecup puncak kepala wanita kesayangannya tersebut, dalam dan lembut. Meski sering mengungkapkan rasa cintanya kepada Raya dengan berbagai kata, cara, dan gaya — yang keseringan alay, sebenarnya rasa sayang Sadam kepada istrinya jauh lebih besar dari yang bisa ia ungkapkan.
Kalau ia bisa menghadiahkan dunia untuk Raya, pasti Sadam lakukan. Tapi siapa yang butuh hadiah sebesar dunia? Kalau yang dibutuhkan Raya hanya seorang Sadam Januar, suaminya, pria paling baik, tulus, dan setia, yang selalu menghibur dan menghangatkan hari-hari Raya.
— end of chapter —