[Kembaliannya Mana?] — Sedih
Sadam mengelus punggung Raya pelan dengan gerakan berulang. Perempuan itu meringkuk dalam pelukan Sadam. Wajahnya tenggelam dalam dada bidang Sadam yang lebar. Sudah setengah jam Raya membisu, hanya isakan tangkis kecil yang terdengar.
“Udah, Yang… Namanya rejeki itu udah ada yang ngatur. Lagian kita kan baru nikah tiga bulan, masih bisa pacaran dulu. Masih semangat banget aku mah disuruh bikin bayi tiap hari juga.”
Raya memukul dada Sadam pelan, tapi masih tak bersuara. Sadam terkekeh, semakin merapatkan tubuh Raya pada tubuhnya.
“Emang kenapa sih? Kan nggak ada juga yang minta buru-buru.” Sadam meneruskan kegiatannya mengelus punggung Raya. “Yuk, udah yuk sedihnya. Besok mau hanimun loh. Emang nggak hepi mau liburan?”
Raya berhenti menangis. Ia menjauhkan kepalanya dari dada Sadam agar bisa melihat wajah suaminya dengan jelas. Sadam menghapus sisa-sisa air mata di sudut-sudut mata Raya sebelum mengecup kedua kelopak mata Raya bergantian. Ia tersenyum setelahnya melihat Raya mulai bisa tersenyum kembali.
“Main lope-lopean aja mau?” Sadam mengerling genit kepada Raya yang dijawab dengan anggukan malu-malu sang istri.
Sadam tersenyum girang, siap melayangkan ciuman panas pada bibir Raya, tetapi tiba-tiba tangan Raya mendorong bibir Sadam menjauh. Wajah Raya tampak gusar dengan kening mengerut, seperti baru menyadari satu hal penting yang luput dari pikirannya sejak tadi.
“Yang… kalo aku udah telat dua minggu, bisa jadi pas hanimun malah aku dateng bulan, dong???”
Sadam terdiam sebentar, memandangi Raya dengan wajah memelas sebelum tangisnya meledak. “HUEEE MAU MAIN LOPE-LOPEAN TIAP HARI DI BALI… YANGG… MASA DATENG BULAN YANG….”