[Kembaliannya Mana?] — Sekali-Sekali Serius

soljaecruise
2 min readAug 31, 2024

--

Malam terakhir, Raya dan Sadam memilih makan malam santai di warung nasi khas Bali. Ditemani angin malam yang semilir dan suara gamelan yang nyaris tak terdengar — entah dimainkan secara langsung atau diputar dari platform digital. Sadam tampak makan dengan sangat lahap, membuat Raya tersenyum merasa bersalah. Seharian ini Sadam sibuk memenuhi keinginan Raya dan Kimi pergi ke sana kemari. Meski tadi pagi sempat murka dan mogok bicara, agaknya hati Sadam memang lemah kalau sudah berurusan dengan perempuan, apalagi Raya dan Kimi.

“Pelan-pelan makannya, Yang.” Raya membukakan sebotol air mineral untuk Sadam. Pacarnya tersebut mendongak melihat botol pemberian Raya dalam kondisi mulut penuh makanan.

Sadam menyambar air minum pemberian Raya, menenggaknya sampai nyaris habis sebelum berterima kasih.

“Terus rencana kamu abis ini apa, Yang?” Tanya Sadam sambi kembali menikmati makanannya, bedanya, kali ini Sadam menatap Raya yang juga sedang menikmati acara makannya kembali.

“Hm…?” Raya tampak tidak siap menerima pertanyaan mendadak, ia terdiam sebentar. Sambil mengunyah makanan dalam mulutnya, ia berpikir.

“Kemarin kan wawancara buat beasiswa udah, tinggal nunggu hasil akhirnya, sekitar bulan depan. Kemarin aku udah apply beberapa lowongan magang, yang kita obrolin di Juragan waktu itu loh, Yang.”

Sadam menganggut-anggut, ingat hari di mana Raya datang ke Juragan untuk mencetak keseluruhan skripsinya dan berbicara mengenai beberapa tawaran magang dari seniornya di kampus.

“Udah ada yang dipanggil?”

“Kemarin aku udah wawancara sih, sekali. Cuma bukan di konsultan, kayak yang aku pengen. Di biro jodoh gitu, namanya lucu deh, Ailopyu. Aku diminta magang di bagian keuangan gitu ngurusin tax.”

“Kantornya di mana?” tanya Sadam lagi sambil terus-terusan menyuap makanan ke mulut hingga isi piringnya nyaris ludes.

“Kuningan.”

“Jauh,” sahut Sadam. “Nggak mau nyari di deket Tanjung Barat aja?”

Raya mencibir, “Ye… itu mah makin jauh dari rumah aku. Kamu yang seneng soalnya lebih deket dari kamu.” Sadam terkekeh. “Kantor Kak Ganda kan di sekitar sana juga. Jadi nanti aku bisa berangkat bareng Kak Ganda.”

“Iya, sampe Kakak kamu pindah rumah abis nikah. Kapan tuh… aku dikasih tau Mamah, katanya tiga bulan lagi?”

Raya mengangguk. “Ya… habis itu kan aku bisa bawa mobil sendiri?”

“Emang bisa?” tanya Sadam skeptis. Selama ini ia bahkan tidak pernah melihat Raya mengendari kendaraan apapun sendiri.

Raya menggeleng. “Enggak hehe… Makanya ajarin dong.”

“Nggak usah lah. Aku anter-jemput aja.”

“Yang bener aja kamu,” Raya bersungut-sungut kesal mendengar candaan Sadam. “Ya kalo nggak aku nanti naik transportasi umum aja. Banyak kok pilihannya.”

Sadam yang sudah selesai makan menatap Raya dengan sungguh-sungguh sambil tersenyum. Tangannya hendak mengelus kepala Raya, tapi langsung mendapat pelototan karena pria itu belum mencuci tangan.

“Pacar aku udah dewasa, ya? Mandiri banget mau naik transportasi umum.”

Raya mendelik. “Emang selama ini kamu kira umur aku berapa?? Yang ada kamu tuh yang sering kaya bocil,” omel Raya galak.

Sadam kembali tertawa. “Iya… iya…. Nanti kalau jadi magang di sana, pasti sesekali aku jemput lah. Masa aku tega biarin pacar aku yang cantik ini ditumpangin orang lain?”

Raya hanya menjulurkan lidah merespons sikap gombal Sadam.

tbc.

--

--

No responses yet