[Kembaliannya Mana?] — Serba Pelik
Perjuangan menerjang banjir adalah pengalaman luar biasa yang baru Raya rasakan pertama kali seumur hidup. Berkat Sadam, ia bisa sampai ke juragan dengan selamat berikut barang-barang pentingnya yang diangkut oleh pria tersebut. Jarak yang ditempuh dari kosan Raya ke Juragan memang hanya sekitar 500 meter, tetapi dalam kondisi banjir dan hujan deras rasanya seperti berpuluh-puluh kali lipat jauhnya.
Di depan jalanan Juragan, banjir sudah setinggi paha. Untungnya bangunan lantai pertama Juragan memang jauh lebih tinggi dari bangunan di sekitarnya, sehingga banjir yang masuk ke dalam tidak separah bangunan lain. Beberapa peralatan dan perlengkapan juga sudah diamankan ke lantai atas sehingga hanya tersisa etalase kaca dan meja-meja yang tak bisa dipindahkan.
Membayangkan betapa repotnya Sadam seharian ini, Raya yakin pria itu sebenarnya juga lelah, tetapi masih sempat-sempatnya menolong Raya.
Pakaian Raya dan Sadam kuyup. Jas hujan yang dikenakan hanya melindungi sedikit sekali bagian tubuh mereka dan menyelamatkan barang-barang Raya yang digendong oleh Sadam.
Di halaman parkir, Raya melihat motor Sadam dan juga mobilnya sudah mulai terendam banjir.
“Motor sama mobil lo…?”
Sadam berkacak pinggang, melihat dua kendaraan kesayangannya harus dikorbankan. “Yaudah, mau gimana lagi. Paling masuk bengkel.”
Sadam menuntun Raya memasuki Juragan. Di dalam pintu kaca, Tama dan Pepet tampak duduk di tangga sambil memperhatikan banjir yang tak kunjung surut.
Tama menarik napas lelah. “Besok pagi kerja bakti dah kita.”
Pepet mengangguk. “Semoga aje ujannya berenti. Kalo gak, abis udah ni warung.”
Sadam berkacak pinggang tepat di bagian tanggan terbawah sambil menatap situasi warung juragan yang mulai kacau.
“Kayaknya perlu direnov ni tempat. Selama ini belom pernah banjir sih, jadi nggak tau kalo saluran daerah sini kurang bagus. Nanti pindahin aja komputer-komputer sama mesin fotokopi ke lantai dua. Lantai satu buat full parkiran aja,” jelas Sadam, sementara Pepet dan Tama hanya mengangguk-angguk.
“Berarti harus nambah bangunan ke atas dong, Bang? Nanti gudangnya nggak cukup,” tambah Tama. Sadam mengangguk. “Ya mau nggak mau.”
Di tengah para lelaki itu, Raya hanya bisa terdiam di tempat, tak bisa memberi saran. Melihat Raya hanya diam, Sadam pun buru-buru menuntun perempuan itu ke lantai dua. Selain ada sebuah kamar fungsional, di sana juga ada kamar mandi yang bisa Raya gunakan. Selagi menunggu Raya membersihkan diri, Sadam kembali turun kebawah untuk membantu Pepet dan Tama merapikan barang-barang.
— tbc