[Kembaliannya Mana?] — Serta Mulia

soljaecruise
3 min readAug 19, 2024

--

Raya berjalan pelan keluar dari area gedung perkuliahan. Tangan kanannya menggenggam kruk erat untuk membantu Raya berjalan sementara tangan kirinya sibuk memegang ponsel untuk memesan ojek online.

Namun sebelum Raya menekan tombol “Pesan”, matanya tertubruk pada mobil hitam yang terparkir tak jauh dari lobi. Sosok pria setinggi nyaris dua meter bersandar pada pintu pengemudi. Saat melihat sosok Raya berjalan terseok-seok menuju parkiran, Sadam bergegas menghampiri setengah berlari. Ia buru-buru mengambil alih kruk Raya dan berjongkok di depan wanita itu.

“Ayo naik. Gue gendong.”

Raya menatap suasana di sekitar mereka sebelum kembali menatap punggung Sadam. Kepala Sadam berputar menatap Raya masih dalam posisi jongkok.

“Kenapa? Malu?”

Raya menggeleng. Ia memalingkan pandangannya dari Sadam, berusaha menahan genangan air di matanya yang tiba-tiba menumpuk. Semilir angin sore meniupkan helaian rambut Raya sehingga menutupi wajahnya. Dada Raya naik-turun karena emosi yang campur aduk saat melihat Sadam tiba-tiba muncul setelah tak membalas pesan terakhir Raya.

Melihat Raya tak kunjung naik ke punggungnya, Sadam akhirnya bangkit berdiri kembali. Tubuhnya menghadap Raya yang tak lebih tinggi dari pundaknya. Tangan Sadam menyingkirkan rambut-rambut yang menutupi wajah Raya yang pucat dan basah.

“Kok nangis?” tanya Sadam panik. “Kakinya sakit lagi?”

Sadam kembali berjongkok untuk memeriksa kaki Raya, tetapi perempuan itu malah berusaha menarik kembali kruk di tangan Sadam, namun langsung digagalkan oleh Sadam.

“Lo kenapa? Sakit?”

Raya hanya menggeleng. Ia menghapus sisa air mata di wajahnya dan membuang muka dari Sadam.

“Ayo ikut,” pinta Sadam.

“Ke mana?” tanya Raya acuh tak acuh.

“Terserah. Katanya lo kangen?” Sadam tersenyum lebar, berusaha menghibur Raya. Raya sendiri melirik pria itu dengan tatapan tajam.

Sadam tak lagi menggubris penolakan Raya. Dengan mudah, Sadam membopong tubuh Raya ke mobilnya dan menculik wanita itu berjalan-jalan ke sekitar kampus sambil menyanyikan bermacam-macam lagu sampai suasana hati Raya membaik.

“BEGITU BERATNYAA~~ TERENGTENGTENGTENGTENG…. KAU LEPAS DIRIKUU~~”

“SEBUT NAMAKU JIKA KAU RINDUKAN AKUU~~ AKU AKAN DATAAANGG…”

“Berisik, Bang!” Omel Raya ketus, meski pada akhirnya dia tak tahan untuk tidak tersenyum dengan segala upaya Sadam.

“Kenapa sih? Bete terus. Buruan jawab, kalo nggak gue nyanyi lagi.”

“Kemana aja lo kemaren? Nganterin makanan doang terus kabur udah kayak tuyul.”

“Buset. Ganteng begini disamain sama tuyul….” Sadam berdecak seraya pura-pura sakit hati. “Gak enak badan gue 2 hari kemarin.”

“Kok lo nggak ngabarin? Tau gitu kan gue pesen makanan lewat kurir aja.” Raya melotot kesal kepada Sadam sementara yang ditatap malah terkekeh-kekeh tak merasa berdosa.

“Yang penting kan sekarang udah baikan.”

“Apanya? Badannya?”

“Kita?”

Raya diam, kembali melirik Sadam dengan tatapan ingin melemparkan pisau.

“Galak banget.”

“Ini kita mau ke mana?”

Sadam tak menjawab. Hanya tersenyum misterius.

Tak lama, mobil hitam Sadam memasuki pekarangan rumah keluarga Januar. Raya masih bertanya-tanya, kenapa pria yang membuat pikirannya kacau dua hari ini mengajak Raya pergi ke rumah pria tersebut.

Usai menurunkan kruk Raya, Sadam membopong perempuan itu masuk ke rumahnya. Awalnya, Raya bingung karena suasana rumah tampak gelap dan sepi.

Namun, tepat setelah Sadam membuka pintu, mendadak suasana rumah menjadi terang benderang. Tiupan terompet juga terdengar sahut-sahutan. Dinding-dinging rumah dihiasi balon dan juga pita. Selain itu, ada Kimi, dua orang lelaki yang Raya kenali sebagai penjaga fotokopian Juragan, dua orang asisten rumah tangga keluarga Januar, dan juga babehnya Sadam yang menyambut kedatangan mereka dengan kue ulang tahun di tangan bertuliskan angka “28”

“Selamat ulang tahun anak babeh yang paling ganteng… Kok lu gak kaget sih, Dam?”

Sadam memutar bola matanya. “Tiap tahun juga begini.”

“Pura-pura kaget gitu kek. Lu nggak liat itu si Tama udah susah-susah ngerekam pake hp?”

Sadam menarik napas. Ia memejamkan mata untuk memanjatkan doa sebelum meniup lilin di atas kue.

“Doanya apa?” tanya sang babeh penasaran.

Sadam melirik Raya sambil tersenyum yang langsung disambut sorakan riuh penghuni rumah yang lain.

Rahasia,” jawab Sadam seraya mengerling kepada Raya.

tbc.

--

--

No responses yet