[Kembaliannya Mana?] — Sorry
Setelah seharian gagal menghubungi Raya, Sadam terlelap dengan pikiran kacau. Dia bahkan sudah hampir membangun kemah di depan kos Raya, tetapi tahu hal itu tidak akan membantu menenangkan pikirannya dan malah akan membuat Raya semakin kesal kepadanya.
Sadam nyaris tak tertidur. Ia khawatir. Hampir tengah malam saat ia pergi dari kos Raya — karena diusir sang pemilik kos. Ketika ditanya apakah Raya sudah kembali, sang Ibu Kos bilang belum melihat Raya seharian ini. “Pulang ke rumahnya kali, Tong,” ucap si Ibu sambil menggembok pintu pagar kos Raya.
Sadam baru terlelap ketika adzan subuh berkumandang. Usai menunaikan salat subuh, Sadam tidur sekitar satu jam dan terbangun dengan kondisi badan lemas. Meski begitu, Sadam tetap berlari ke kosan Raya pada pukul 6 pagi. Ia menunggu di sana kalau-kalau Raya kembali.
Setelah nyaris tertidur sambil berdiri bersandar pada gerbang kosan Raya, Mata Sadam menangkap sosok lelaki yang pernah dilihatnya menjemput Raya di depan fotokopian Juragan. Pria itu turun dari motor besarnya dan melihat Sadam dari ujung kepala hingga kaki. Sadam menyesal karena tak sempat berkaca dan memperhatikan penampilannya sebelum berlari ke kosan Raya. Ia hanya mengenakan celana olah raga pendek yang semalam ia pakai untuk tidur dan kaus oblong kebesaran yang sudah lusuh berikut sandal jepit murahan sebagai alas kaki.
“Nungguin Raya, Bang?” tanya Mada sambil berjalan mendekati gerbang.
Sadam mengangguk. “Situ ngapain di sini?”
“Gue sama Raya udah janji mau skripsian bareng di perpus. Emang dia gak bilang?”
Sadam diam. Sebelum sempat menjawab, sosok Raya muncul dari belakang Sadam, berjalan melewati gerbang sambil menenteng tas laptop. Ekspresinya tampak datar dan dingin. Sadam akan lebih senang melihat Raya ketus atau marah-marah, tetapi melihat Raya seperti ini, rasa bersalah dalam diri Sadam semakin menggulung seperti bola salju.
Raya terkejut melihat Sadam. Keduanya bertatapan canggung di depan Mada yang memperhatikan Sadam dan Raya dengan pandangan penasaran. Mada tahu, pasti terjadi sesuatu.
“Kamu nggak mau sarapan dulu?” tanya Sadam kepada Raya.
“Aku udah sarapan roti tadi. Mau langsung skripsian aja. Yuk.”
Raya menarik tangan Mada, menuntun pria itu agar lekasi menyalakan mesin motornya.
Raya masih bisa mendengar Sadam memanggil namanya beberapa kali sebelum motor Mada pergi meninggalkan kosan Raya dan Sadam yang berdiri di sana dengan perasaan kacau-balau.
Selepas kepergian Raya, Sadam hanya bisa memaki dirinya sendiri sambil berkacak pinggang dan tertunduk lesu. Kakinya terus-terusan menendang kerikil ke selokan.
Pepet betul. Goblok banget lo, Dam!
— tbc.