[Kembaliannya Mana?] — Surprise
Raya mendorong pintu kaca fotokpian Juragan dengan hati gembira. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah mendapatkan izin dari pembimbingnya untuk daftar sidang skripsi. Seluruh kerja kerasnya rasanya sudah nyaris terbayar. Nyaris. Tinggal satu langkah lagi. Kalau bukan karena dukungan dari orang-orang terdekatnya, apalagi pacarnya yang paling setia dan bucin itu, Raya tidak yakin ia mampu menyelesaikan skripsinya tepat waktu.
Hari ini Raya sengaja ingin memberi kejutan kepada Sadam. Ia tidak bilang bahwa akan bimbingan akhir sebelum sidang. Waktu Raya melangkah masuk dengan senyum mengembang sempurna di wajah, ia melihat Sadam sedang berdiri defensif di belakang etalase, berbicara dengan seorang perempuan yang Raya kenali sebagai mantan gebetan pacarnya, Gina. Langkah Raya terhenti di ambang pintu.
“Lo kenapa nge-block WA gue, Dam?” Raya mendengar Gina bertanya sambil menatap Sadam lurus-lurus.
“Gue agak risih kalo lo terlalu sering ngehubungin. Pacar gue juga pasti nggak bakal suka. Sori. Lagian kalo cuma urusan fotokopian, lo bisa WA ke nomor resmi Juragan.” Sadam menunjuk selebaran pengumuman kontak Juragan yang tertempel di dinding, di atas deretan komputer.
Gina tampak mengangguk-angguk. Meski tak terlalu jelas, Raya bisa melihat sekilas raut kecewa di wajah perempuan tersebut.
Raya melangkah maju, menutup pintu kaca di belakangnya tepat di saat Sadam menoleh ke arahnya dan melambai dengan ceria.
“AYANG!” panggil Sadam antusias, mengundang perhatian nyaris seluruh penjuru fotokopian.
Raya tersenyum kikuk, serba salah karena ketahuan menguping pembicaraan Sadam dan Gina. Raya melangkah mendekati Sadam yang masih melambaikan tangan dengan semangat.
“Kok kamu nggak bilang mau dateng?”
Sadam mendorong etalase kaca, memberi celah kepada Raya agar bisa masuk ke dalam. Sementara itu, Raya melirik Gina seraya tersenyum sopan dan mengangguk.
“Ini pacar lo?” tanya Gina dengan nada tenang. Merasa diperhatikan, Raya pun mengangguk sekali lagi menyapa Gina.
“Halo, Kak.”
Tubuh Sadam yang besar maju selangkah, berusaha menyembunyikan tubuh mungil Raya di belakangnya. Namun siapa sangka, Raya justru menampakkan wajahnya dengan berani di depan Gina. Raya mengulurkan tangan.
“Raya, adiknya Kak Ganda.”
“Ganda… temen kuliah kita?” Gina melirik Sadam, meminta konfirmasi, yang dibalas dengan anggukan Sadam. “Bukannya kalian nggak akur?”
“Yang nggak akur kan sama abangnya, bukan adeknya,” jawab Sadam santai. Tangannya bergerak merangkul pundak Raya. “Kalo lo mau nomor WA gue, izin dulu sama Raya.”
Raya tersenyum meringis seraya menyikut pinggang Sadam. “Maaf ya, Kak. Bang Sadam ini emang suka kelewat jujur kalo ngomong.” Gina kira, Raya meminta maaf karena alasan yang dibuat Sadam untuk memblokir nomor ponselnya, ternyata malah mengonfirmasi alasan tersebut.
“Nggak apa-apa. Nanti gue WA ke nomor Juragan aja.”
Gina balas menjabat tangan Raya. “Gina. Gue… mungkin Sadam udah pernah cerita ke lo.”
Raya mengangguk cepat. “Teman kuliah Bang Sadam sama Bang Ganda, kan?”
Raya menoleh menatap Sadam lalu berganti menatap Gina dengan percaya diri. Tahu tempe is good, tahu diri diri lebih baik, ya fucek.
Setelah tersenyum sekali lagi, akhirnya Gina meninggalkan fotokopian Juragan. Barulah setelah itu Raya bisa berhenti pura-pura tersenyum dan memasang tawa penuh kemenangan.
“Hah. Berani-beraninya dia nyaris merusak hari bahagia gue!”
Raya membalikkan tubuh, menatap Sadam dan pandangan curiga sebelum akhirnya merentangkan tangannya lebar-lebar, ingin memeluk pria setinggi dua meter di depannya.
“Sayanggg skripsi aku di-acc ikut sidang aaaa!!!”
Raya memeluk Sadam erat, yang langsung dibalas dengan pelukan erat dan senyum lebar Sadam, tak peduli banyak orang yang menonton kelakuan mereka dan hanya bisa ikut salah tingkah.
Raya memundurkan kepalanya agar bisa menatap Sadam yang sedang tersenyum senang menatapnya.
“Pacar siapa ini hebat banget?” tanya Sadam. Sadam nyaris saya mencium kening Raya sebelum Pepet sengaja mengeluarkan suara batuk dengan keras-keras, sengaja menyindir Sadam dan Raya yang masih asyik berpelukan.
“EHM… kerja,” ucap Pepet samar-samar sambil mendelik kepada Sadam.
Raya melepaskan pelukannya dari tubuh Sadam dan memandang Pepet tanpa rasa malu.
“Bang Pepet, bosnya gue pinjem dulu ya.”
“Bos… bos…. Kita ini setara, ya,” omel Pepet yang tak dipedulikan Sadam dan Raya karena mereka telah keburu pergi meninggalkan Juragan untuk makan siang di luar.
— tbc