[Mau Nikah?] — Terpancing
Ulang tahun perusahaan merupakan salah satu hari yang ditunggu-tunggu oleh semua pegawai setiap tahun. Selain karena akan ada bingkisan SMFood — produk makanan produksi perusahaan Subeomrasa Makmur — dibagikan secara gratis kepada karyawan, hari ini juga akan ada acara makan siang bersama. Seluruh karyawan diperbolehkan mengantre jatah makan siang yang dibagikan langsung oleh para dewa.
Sejujurnya Kendra tak tahu kenapa ia masuk ke dalam “petugas pembagi makan siang” bersama para dewa lainnya. Selain dirinya, tidak ada pejabat sekelas manajer lain yang ikut mendapatkan tugas.
Tadi pagi, tiba-tiba saja Pandu minta tolong Kendra menggantikan tugasnya membagikan makanan karena siang ini, ia harus menemani istrinya ke rumah sakit. Katanya, mau periksa kehamilan. Tentu saja, Kendra tidak bisa menolak. Jadilah siang ini, mengenakan seragam ala koki, Kendra berdiri berjajar bersama para direktur lainnya di balik panci-panci prasmanan. Sambil tersenyum ramah, ia menaruh secentong nasi ke satu per satu nampan yang di bawa oleh setiap pegawai.
Di sudut lain ruangan, Abi melangkah bersamaan dengan Marco dan Tantina dari arah ruang kerja Bu Indri. Ketiganya datang mengawal kehadiran sang bintang utama, bos besar mereka, ikan marlin. Abi dan Tantina berjaga di dekat dinding sementara Marco mengantar hingga Bu Indri duduk dengan tenang di kursinya dengan makanan tersedia penuh di atas meja. Begitu Marco selesai melaksanakan tugas, yakin kalau Bu Indri tidak lagi membutuhkan sesuatu, ia berjalan menghanpiri rekan sekretarisnya yang lain.
“Ayo, ikut ngantre makan.”
Abi dan Tantina mengikuti langkah Marco menuju antrean panjang para pegawai yang tak sabar ingin menikmati “makan siang spesial” mereka. Selain karena memang jenis makanan yang disajikan tergolong mewah dan lengkap, kapan lagi para pegawai bisa dilayani oleh bos mereka? Di hari-hari kerja biasa, hal semacam ini tidak mungkin terjadi.
Sementara Tantina dan Marco asyik mengobrol sambil menunggu, Abi sibuk dengan ponselnya, membalas pesan di grup keluarga. Ayah dan ibunya berpesan akan pulang sedikit malam hari ini karena hendak menengok tetangga yang sedang mengalami musibah. Rumahnya kebakaran, oleh karena itu ayah dan ibunya Abi ingin datang menjenguk sekaligus membantu membereskan puing-puing berharga yang masih tersisa.
Saking sibuk dan tak fokusnya Abi dengan keadaan di sekitar, ia sampai tak sadar, antreannya sudah diselak. Tiba-tiba saja, di depannya sudah ada sosok Calvin yang berdiri sambil melipat tangan di depan dada, sementara di belakangnya Noah bersiul merdu, menyanyikan jingle SMFood.
Kening Abi mengernyit. Ia melongok ke depan, melihat Tantina dan Marco sudah berdiri tak jauh dari meja prasamanan, sementara dirinya terjebak di antara Noah dan Calvin yang tiba-tiba saja ribut membicarakan soal status Kendra yang masih lajang. Keduanya mengobrol berhadap-hadapan, seolah-olah tidak ada Abi yang berdiri terjepit di antara kedua lelaki bertubuh jangkung tersebut. Abi berdiri salah tingkah di tempat, tak tahu harus bersikap seperti apa menerima informasi yang seharusnya tidak ia dengar.
“Kendra ini kurang apa coba? Ganteng, tajir, baik, pinter. Kok bisa para perempuan ini membiarkan pria kayak Kendra melajang lama-lama?” ucap Noah dengan nada melebih-lebihkan dibuat-buat, sengaja ingin memancing perhatian Abi.
Selangkah demi selangkah, sambil berbicara, ketiganya beranjak maju mendekati meja prasmanan.
“Heran gue juga,” timpal Calvin. “Gue sebagai cowok aja bisa menilai kalau cowok kayak Kendra ini langka. Siapapun istrinya nanti pasti beruntung banget.”
Abi menunduk, menatap sepatu hak tingginya yang baik-baik saja. Tangannya bertaut, pikirannya berusaha kabur dari keinginan untuk mencuri dengar obrolan Noah dan Calvin yang tak putus-putus.
“Gue ada sih calon yang mau dikenalin, tapi Kendra agak pemilih. Susah.” Noah berkacak pinggang sambil membuang muka dari Calvin.
“Ya gue juga ada, tapi dia kayaknya emang nggak bakal sembarangan milih orang. Darah biru ya gitu.”
Darah biru?? Abi membatin. Jadi gosip itu bener?
Ketika awal masuk ke perusahaan, Abi memang sempat mendengar gosip-gosip bahwa sosok Kendra memang bukan berasal dari keluarga sembarangan. Konon, itu juga yang membuat pria itu bisa promosi lebih cepat daripada teman-teman seangkatannya yang lain. Meski, menurut Abi, gosip itu tidak sepenuhnya benar. Setelah bekerja selama beberapa tahun, ia bisa melihat sendiri bagaimana Kendra menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh dedikasi. Di setiap rapat, argumen yang disampaikan jelas dan berbobot, bukan sekadar argumen normatif penuh basa-basi seperti yang sering disampaikan para dewa dengan otak kosong dan selalu mengandalkan para bawahannya.
Kendra lain. Abi tahu itu. Meskipun perangainya aneh — sepertinya menurut Abi saja — para pegawai lain, terutama yang perempuan, apalagi Kak Tina, sangat mengagumi sosok Kendra yang dinilai tampan, berwibawa, dan memiliki kinerja cemerlang dibandingkan pejabat sekelas manajer lainnya.
Abi, Noah, dan Calvin semakin mendekati meja prasmanan. Abi terkejut kala tiba-tiba saja Calvin meraih dua nampan dan memberikan salah satunya kepada Abi.
“Makasih, Pak Calvin.”
Abi menerima nampan pemberian Calvin dengan sopan yang dibalas Calvin dengan anggukan singkat. Sosok Calvin memang terkenal paling dingin di antara tiga serangkai — Abi dan rekan-rekan sekrenya menyebutnya begitu — Kendra, Noah, dan Calvin. Ketiganya adalah teman seangkatan. Namun, seperti sudah dikatakan, Kendra lah yang paling cepat naik ke jenjang manajer kala itu, sebelum Calvin menyusul, dan Noah masih bertahan di posisinya sebagai supervisor.
Lalu, tiba-tiba saja, ketika percakapan Calvin dan Noah tentang Kendra kembali mengalir, Abi terkesiap waktu tiba-tiba ditodong pertanyaan tentang Kendra oleh Noah.
“Ya, nggak, Abi? Menurut kamu, kenapa orang kayak Pak Kendra masih lajang?”
Abi lantas gelagapan. “Anu, Pak. Aduh, saya nggak berani berasumsi. Kayaknya kurang sopan kalau saya ngomongin hal pribadi Pak Kendra.”
“Santai aja, Abi. Justru ini kita lagi membantu supaya Kendra ini bisa evaluasi diri. Ingat budaya perusahaan,” Noah mengancungkan satu telunjuknya ke udara seraya tersenyum lebar. “Saling mengingatkan demi kebaikan.”
Calvin mengangguk membenarkan. Abi lalu memandang kedua pria tersebut dengan bimbang dan ragu. Mau jawab segan, tak jawab juga rasanya kurang sopan. Akhirnya, Abi mulai sedikit memberanikan diri masuk ke dalam obrolan Noah dan Calvin.
“Terlalu kaku kali ya, Pak?” Abi meringis seraya terkekeh. “Atau ya… ya…,” ia berpikir sejenak, mencoba mencari kata-kata yang pas. “Mungkin orientasi seksual — Mm — maksud saya, pernikahan. Mungkin orientasi Pak Kendra bukan menikah… hehe….”
Abi kembali merutuk dalam hati, ia memaki dirinya sendiri karena niatnya hanya ingin sedikit menimbrung, tetapi Abi malah jadi kebablasan dan hampir mengatakan kalau Kendra memiliki kelainan orientasi seksual!
Abi meringis sambil menatap bingung Calvin dan Noah yang tiba-tiba cekikikan sendiri. Abi malu. Dikiranya dua orang tersebut tengah menertawakan cara pikirnya yang kelewatan dan bodoh. Tetapi Abi salah, yang ditertawakan Calvn dan Noah bukanlah wajah polos Abi ketika nyaris mengatai Kendra, tetapi wajah pria yang menjadi topik pembicaraan mereka yang kini tertekuk-tekuk dan memandang geram ke arah Noah dan Calvin.
“Saya masih normal kok, Abi.”
Abi terperanjat ketika tangan Kendra terjulur menaruh secentong nasi ke piring makan miliknya. Nada suara Kendra terdengar dingin dan tajam, tidak seperti Kendra yang Abi kenal biasanya. Jelas-jelas pria itu tersinggung.
Abi buru-buru menunduk sambil terus mengantre dan hampir menyeruduk Calvin di depannya. Setelah nampannya terisi penuh, Abi langsung ngibrit, mencoba menghindari Kendra. Ia bahkan tak mau makan bersama para pegawai lainnya. Alih-alih duduk bersama Marco dan Tantina, Abi akhirnya memilih bersembunyi di meja kerja sambil menghabiskan makanannya dan tak henti-henti membodohi diri sendiri.
Bisa-bisanya ia terpancing obrolan Noah dan Calvin!
— tbc.