[Ready, Set, Love!] — Angin Tornado
“Ra, aku nggak bisa ninggalin kamu.” Teza menggenggam tangan Diara, mendekapnya erat dalam dadanya. Mata Teza menyiratkan pandangan nanar penuh permohonan. “Plis, aku minta waktu buat nyelesaiin masalah ini.”
Diara, yang tubuhnya tampak ramping dengan tampilan wajah cantik sempurna sengaja mengerjap dua kali. Bulu matanya yang sebagian merupakan palsu ikut bergoyang, menciptakan efek dramatis.
“Kamu pikirin perasaan aku, Za. Sakit. Egois banget kamu seenaknya minta aku nunggu?”
Teza menarik tubuh Diara, merengkuhnya dalam pelukan erat, seakan tak mau melepaskannya pergi meski perempuan itu memaksa. Perempuan itu sudah menghiasi hari-hari Teza selama lebih dari 365 hari. Tidak mungkin Teza bisa begitu saja melupakan Diara, seseorang yang menurut Teza paling memahaminya lebih dari dirinya sendiri.
Kepala Teza bersandar pada pucuk kepala Diara, membiarkan perempuan itu terisak di pundaknya.
“Ra, maafin aku.” Teza mendorong tubuh Diara menjauh, mencoba untuk menatap kekasihnya kembali dengan pandangan bersungguh-sungguh. Bola mata hazel Diara balas menatap Teza, menyiratkan rasa sakit penuh kerinduan setelah berpisah selama nyaris sebulan.
Wajah Teza bergerak mendekat, matanya menatap bibir Diara yang ranum kemerahan, rindu merasakan kehangatan di sana. Namun, tepat sebelum bibir mereka bersentuhan, sebuah teriakan menggagalkan niatan Teza.
“CUT!” Sang Sutradara berdiri dan bertepuk tangan memuji akting Teza. “Pandangan lo itu, Za. Magic! Gue paham sekarang kenapa penggemar lo bisa sampe klepek-klepek setiap lo kedipin.”
Teza yang merasa di atas awan setelah mendapat pujian hanya tersenyum dan mengangguk-angguk. “Ah, biasa aja.”
“Syuting hari ini selesai, ya,” Sang Sutradara membiarkan Teza beranjak menuju mobil vannya, tanpa memedulikan lagi Ananda Diara, sang lawan main yang kini menatap Teza dongkol karena merasa ditinggalkan, tak dibantu sama sekali sementara heels-nya menancap di tanah.
Dodo, asisten Teza, segera menghampiri. Kedua alis Teza terangkat waktu Dodo menyodorkan ponselnya dengan panik kepada Teza.
“Bang, bang, ini beritanya baru keluar satu jam yang lalu. Tadi Pak Dirut langsung nelepon minta klarifikasi. Katanya telepon masuk dari media gak berhenti-berhenti.”
Mata Teza melotot membaca judul berita terpampang di layar. “KOK BISA MEREKA DAPET BERITA BEGINI?”
“Katanya, Om Ian sendiri yang keceplosan ngomong, Bang.”
Wajah Dodo tertunduk lesu sementara Teza yang tadi masih menikmati perasaan di atas anginnya mendadak berjalan terhuyung lemas ke mobil. Ternyata yang menerbangkannya bukan sembarang angin, melainkan angin tornado yang sebentar lagi siap melibas karier Teza.
— tbc.