[Ready, Set, Love!] — Bedanya Tunangan dan Pacar

soljaecruise
4 min readOct 5, 2024

--

Kalau ada piagam penghargaan untuk orang paling nekat sedunia, Karel nggak akan ragu mengusulkan tunangannya sendiri. Selebriti gila mana yang terang-terangan menantang wartawan menangkap basah hubungan pribadinya ke publik? Teza Arkana orangnya.

Karel sudah menolak berkali-kali tawaran Teza untuk mampir makan malam sebelum kembali ke Jakarta. Tetapi, pria itu tidak mendengarkan. Dengan santainya ia menarik Karel masuk ke sebuah resto yang lumayan dipadati pengunjung saat itu. Sekarang boro-boro mau makan, mencopot maskernya saja Karel tak berani. Berbeda dengan Teza yang sibuk melahap daging ke dalam mulutnya. Karel menatap iri sekaligus jengkel.

“Kok lo bisa sih makan di tengah keramaian gini?”

Teza melirik Karel. Ia memutar sedikit kepalanya, mengintip ke belakang. Orang-orang tampak sibuk dengan urusannya masing-masing.

“Kita kan ngadep tembok. Gak ada yang liat. Udah, makan aja.”

Karel memutar tubuhnya sekali lagi, memastikan keadaan di sekitar. Ia lalu melepas maskernya dengan hati-hati sebelum mulai menyendok pasta di hadapannya tak bersemangat. Ia merasa posisi duduknya dan Teza aneh, kurang pas untuk mengobrol. Makanya, Karel buru — buru menghabiskan makanannya.

Teza menyadari Karel jauh lebih pendiam hari ini. Tepatnya, sejak semalam setelah pamit izin untuk pergi bersama para sepupu. Waktu sarapan di meja makan, anak itu juga memilih kursi paling jauh dari Teza. Sibuk bertengkar dengan Dion mengenai hal tak penting: mengapa burung hantu disebut hantu meski belum meninggal? Tora yang berada di tengah-tengah cuma mendengarkan perdebatan konyol tersebut. Bunda Ina asyik mengobrol dengan Ian, sementara Teza menikmati roti bakarnya yang sedikit gosong. Ia setengah melamun waktu memanggang rotinya, memikirkan kenapa Karel tampak sedikit murung. Suasana hati Karel juga tampak tidak berubah sekarang, selagi menyantap makanan di sebelah Teza.

Teza menempelkan telapak tangannya ke kening Karel. “Nggak demam,” komentarnya santai. Padahal Karel sudah panas-dingin, takut ada yang menyadari gerak-gerik Teza barusan.

Karel melotot. “Kak, yang bener aja!”

Teza terkekeh. “Khawatir banget sih, Bokem.” Teza melanjutkan makan. “Lo kenapa? Kok diem aja dari pagi?”

Karel bergumam tak jelas. Kepalanya menunduk dalam, sampai Teza khawatir wajah Karel tercebur ke dalam piring.

“Kalo ada masalah, cerita aja. Lo boleh cerita apapun ke gue.”

Karel melirik Teza dengan sedikit rasa gondok tersisa dari kejadian menguping semalam.

“Lo biasa jadi tempat curhat ya, Kak?”

“Nggak. Lo pikir gue pengangguran apa? Gue ini sibuk, ya.”

“Nah itu,” Karel mengaduk-aduk pastanya tak berminat. “Mending gue cerita ke yang lain.”

“Nggak bisa!” Raut wajah Teza berubah sewot. “Gue kan tunangan lo. Lo harus cerita ke gue juga lah!”

“Kenapa gitu?”

“Biar kalo lo ada apa-apa, gue juga tau. Lo, tanggung jawab gue juga.”

“Ooh…” Tubuh Karel melengkung, lesu. “Kirain peduli.”

Mata Teza membulat, tak menyangka Karel akan menjawab seperti itu. Karel yang biasanya selalu bercanda, kali ini kelihatan serius.

“Ya itu pasti lah! Gue ini tunangan lo!”

Tunangan lo, tunangan lo, udah kaya kaset rusak diulang terus, batin Karel. Ia menghindari tatapan Teza. Memilih meraih sebuah roti kering dan menghancurkannya hinga menjadi remah di atas piring pasta.

“Emang menurut lo selama ini gue ngapain?” Teza menambahkan.

“Ngajak berantem?”

Bibir Teza terlipat, pipinya menggembung kesal. Namun, pria itu tetap mencoba bersabar menghadapi sikap mogok bicara Karel.

“Bisa nggak, lo tuh ngomong yang manis dikit. Jangan bikin naik pitam terus?”

Karel melempar sisa roti kering ke piring. Ia memutar tubuhnya menghadap Teza. Ia sudah berpikir sejak semalam, mengesampingkan sopan santun dan rasa malu, Karel bertekad rasa penasarannya harus segera dijawab. Siapa sosok Jelita, yang berhasil membuat Teza bicara dengan nada manis.

“Lo juga nggak pernah manis tuh kalo ngomong sama gue. Kalo ke Kak Jelita bisa.”

Keduanya beradu pandang. Karel bisa melihat kening Teza berkerut dalam.

“Lo nguping?”

“Iya. Pas gue mau ngetuk pintu kamar lo, suara lo kedengeran,” aku Karel. “Jadi, siapa Kak Jelita itu?”

Bukannya marah seperti prediksi Karel, Teza malah tertawa. Menertawakan Karel tepat di depan wajahnya.

“Kenapa? Cemburu?” Kedua alis Karel menyatu, memandang Teza tak suka. Ditanya malah balik nanya!

Karel mengangguk dalam-dalam, mengakui perasaannya tanpa rasa malu. “Giliran ngomong ke gue selalu ketus! Gitu selalu ngaku tunangan, tunangan. Hilih.” Bibir Karel mencebik sinis ke arah Teza.

Senyum Teza semakin lebar. Tangannya bergerak mengusap kepala Karel.

“Gak perlu cemburu. Dia kakak sepupu gue dari nyokap, tinggal di Aussie sama suaminya.”

“Terus kenapa lo bilang nggak punya pacar?”

“Ya emang nggak punya, kan? Lo tunangan gue, bukan pacar. Udah diingetin beribu kali tetep aja amnesia.”

Karel melirik ke atas, melihat tangan Teza yang tak bergeser barang seinci pun dari kepalanya.

“Emang ada bedanya pacar sama tunangan?” tanya Karel polos. Ia kembali menatap Teza.

Teza menarik tangannya. “Mulai lagi… Sini gue kasih tau.” Ia kemudian memberi isyarat dengan tangan agar Karel mendekat. Awalnya Karel ragu, takut semakin mengundang perhatian orang-orang.

“Emang rahasia sampe harus bisik-bisik?” wajah Karel terlihat sangat bingung, membuat Teza tak kuasa menahan senyum geli. Namun, anak itu menurut juga.

Karel memajukan hati-hati kepalanya mendekati Teza. Lama Karel menunggu, tidak terdengar apapun, tidak terjadi apa-apa. Ia jadi jengkel sendiri dengan sikap usil Teza.

Karel menoleh, mendapati wajah Teza hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Pandangan mereka bertemu. Dari posisinya Karel bisa menikmati pemandangan wajah tampan Teza dengan jarak sangat dekat sepuas hati. Kulitnya yang mulus nyaris tanpa pori-pori, hidungnya yang mancung, alis yang tebal, pandangannya yang menyihir sehingga Karel membatu.

Namun tiba-tiba saja, Teza menarik kembali wajahnya secara mendadak. Ia duduk dengan tegak ke posisi semula meninggalkan Karel yang masih sedikit membungkuk.

“Nggak jadi. Nanti aja. Belum cukup umur.”

Karel berdecak kesal. Watdefak men???

tbc.

--

--

No responses yet