[Ready, Set, Love!] — Carmen?

soljaecruise
6 min readDec 5, 2024

--

Belum selesai dari rasa terkejutnya, dengan kondisi mulut masih separuh terbuka, tiba-tiba saja Teza merasakan ada lengan mungil yang melingkari lehernya dari belakang. Wangi semerbak bunga bercampur dengan bedak bayi menggelitik indra penciuman Teza. Hanya sekali mengendusnya pun Teza tahu, parfum siapa ini. Oleh karena itu, ia tak segan-segan merapatkan pelukan lengan kecil di lehernya sambil menoleh, mendapat wajah cerah istrinya berada tepat di sebelah wajahnya.

“Suami siapa ini yang pagi-apgi main pergi aja nggak pamit?” omel Karel dengan bibir mengerucut.

Wajah Teza berubah panik saat mendengar kata-kata istrinya. Buru-buru ia menempelkan satu telunjuk ke bibir Karel. Awalnya Karel hanya menatap Teza bingung, kenapa dia harus membungkam mulutnya sendiri padahal syuting tidak sedang berlangsung dan lagi, mereka ada di ruangan terbuka — tepatnya, di bagian luar bandara, tempat yang selalu menyimpan kesan tersendiri bagi Teza dan Karel. Namun setelah berusaha mencerna beberapa detik, Karel akhirnya paham. Ia menutup mulutnya dengan satu tangan sebelum meralat kata-katanya.

“Calon suami maksudnya!” Karel berteriak heboh sambil tertawa, mengundang perhatian beberapa kru film yang kini memandang mereka sambil mesem-mesem. Teza dan Karel berpandangan, lalu sama-sama terkikik — menertawai kebodohan mereka sendiri.

Teza melepaskan simpul tangan Karel dari lehernya, mengarahkan gadis itu agar berdiri di hadapannya sehingga ia bisa dengan leluasa menatap wajah bersinar Karel sepuasnya. Hari ini istrinya datang dengan pakaian santai; kaus Tom and Jerry kebesaran dan celana jeans panjang yang baru Teza lihat. Sepertinya baru beli, pikirnya.

Belum puas memandangi wajah Karel, mendadak beberapa kru film melambaikan tangan ke arah Teza dan Karel sambil mengucapkan terima kasih dengan suara kencang.

“Makasih makanannya, Bang Teza dan Karel!”

“WAHH… asik banget dapat sushi nih….”

“Romantis banget calon pasutri ini ya, bawain bekal buat calon suami ke lokasi syuting. Belajar jadi istri siaga ya, Karel?”

Karel hanya bisa tersenyum malu sambil terkekeh, sementara Teza menatap perempuan tersebut dengan bingung, tidak tahu kalau ternyata Karel datang bukan hanya untuk menyusulnya, tetapi juga membagikan makanan kepada para kru film, termasuk juga Fathi, lawan main Teza sekaligus teman dekat Karel.

Tak lama, Karel menyodorkan bingkisan makanan ke pangkuan Teza. Pria itu menatap barang pemberian istrinya dengan saksama sebelum menyadari logo restoran yang tercetak pada kantung kertas. Wajah Teza semringah seketika.

“Kok kamu tau aku pengen makan ini?”

Karel tersenyum meledek. Ia memajukan wajahnya mendekati Teza agar bisa berbisik, “Emang Kayang nggak inget semalam ngigo gini ‘Hm… yam yam… enaknya sushi Izakaya…’”

Mata Teza mengerjap seketika. Ia melirik Karel terpaku dengan pandangan melebar. “Emang… aku ngigo?” tanya Teza terheran-heran. Setahunya, ia tak pernah memiliki kebiasaan tidur semacam itu. Biasanya Teza hanya mendengkur halus ketika sedang kelelahan. Karel mengangguk menjawab pertanyaan Teza.

“Terus aku ngigo apa lagi?” tanya Teza sayup-sayup, berusaha meredam rasa malu.

Karel semakin mendekatkan wajahnya ke telinga Teza. “Kayang nyebut nama perempuan lain.”

Mata Teza semakin membelalak, ia menelan ludah berat, takut Karel tiba-tiba mengamuk. “Beneran?” Karel mengangguk. “Aku manggil siapa?” tanya Teza ragu.

“Carmen.”

“Carmen??”

“Anak kita.”

Teza terdiam. Matanya mengikuti gerak senyum simpul di wajah Karel yang perlahan muncul. “Kayang inget, kan? Beberapa hari lalu aku pernah chat ke Kayang, soal Carmen.”

“Tapi kan, ternyata itu kamu nggak hamil,” bisik Teza hati-hati. Dilihatnya Karel mengangguk pelan. Ekspresinya tersirat sedikit rasa kecewa. “Aku kira, waktu itu Kayang nggak mau punya Carmen. Aku sedih Kayang nggak mau jadi Pipaw buat anak-anak kita. Tapi, tadi malem aku denger Kayang ngigo main sama Carmen heheh….”

“Mau, Sayang, mau,” tegas Teza sambil meraih tangan Karel. “Tapi nggak sekarang. Nanti, tunggu kita sama-sama siap, ya. Kamu juga kan belum selesai kuliah.”

Sesaat kemudian, Teza melihat Karel memejamkan matanya seraya mengangguk pelan. Ia lalu menyeret kursi kosong di sebelahnya — kursi milik Fathi sebenarnya, tetapi gadis itu barusan pamit karena ingin mendiskusikan sesuatu dengan Pak Sutradara. Teza meminta Karel duduk di sana.

“Ceritain, aku bilang apa ke Carmen?”

Karel tampak berpikir sebentar, ingatannya melayang pada kejadian tadi malam, saat ia tiba-tiba saja terbangun, hendak ke toilet. Saat itulah, ia mendengar Teza bergumam tak jelas, “Carmen, berhenti muter-muter kayak gasing. Mimaw udah bikinin susu, ayo diminum. Pipaw temenin sambil main rumah-rumahan.”

Teza tertawa kecil mendengar cerita sang istri. “Carmen suka main rumah-rumahan?”

Karel mengangguk. “Kayak aku, dulu.”

Teza mengusap kepala Karel dengan sayang. “Carmen mirip Mimaw, ya?” Karel mengangguk. Namun, keningnya mengerut kala ditatapnya ekspresi Teza mendadak mumet. “Berarti aku punya dua bokem?”

“Kayang!”

Tak terima, Karel pun memkul-mukul pelan lengan Teza yang tidak menimbulkan rasa sakit sama sekali bagi sang suami. Teza justru terbahak karena pukulan tangan mungil Karel terasa menggelitik.

“Kayang masih ada take adegan?” tanya Karel usai puas melampiaskan kekesalannya pada Teza.

“Masih, satu lagi, terakhir, sama Fathi. Tapi mending kamu jangan liat deh.”

“Kenapa?” tanya Karel penasaran. “Emang adegan apa?”

“Pelukan,” aku Teza jujur. “Nanti kamu cemburu?”

Karel menarik napas, pandangannya menatap suasana lokasi syuting di sekelilingnya. Para kru masih menikmati makan siang yang ia berikan. Setelah itu, Karel lalu kembali menatap Teza.

“Nggak apa-apa. Aku nggak cembu — Cemburu, sih. Dikit. Tapi ya udah, kan cuma akting, lagian sama Kak Fathi ini. Aman.”

Sejurus kemudian, Karel menggeser kursinya lebih dekat kepada Teza sebelum meraih lengan kekar pria itu dan memeluknya erat. “Aku mau di sini, sama Kayang. Nggak mau ke mana-mana, soalnya kangen berat. Seberat sumo.”

Teza terkekeh. Ia mencium puncak kepala Karel sebelum membuka bingkisan di pangkuannya lalu menikmati sushi pemberian Karel berdua dengan perempuan tersebut. Tak peduli para kru film berbisik-bisik dan menjadikan mereka pusat perhatian. Toh, seluruh dunia nampaknya sudah tahu, mereka adalah pasangan yang akan segera menikah.

Pada pukul lima sore, van yang dikemudikan Dodo tiba di butik Mayang Sabrina, seorang desainer gaun pernikahan yang juga merupakan kenalan lama Teza. Ia pernah beberapa kali membuatkan setelan formal untuk pria tersebut ketika harus menghadiri acara-acara resmi penting. Sang desainer merasa sangat senang menyambut kehadiran pasangan muda Teza dan Karel di butiknya tersebut, penasaran, seperti apa interaksi keduanya di kehidupan nyata.

Ternyata benar seperti yang dibisikkan orang-orang dan dibicarakan pada banyak kolom gosip, pasangan calon pengantin ini memang kelewat lengket. Bahkan ketika Karel sedang memilih-milih referensi gaun, Teza aktif memberikan komentar; tidak boleh yang terlalu seksi, jangan yang membuat Karel tampak tua — Teza bersikeras anak-anak mereka nanti harus menyaksikan betapa cantik dan mudanya Karel saat menikah, hal yang selalu ingin Teza pamerkan seumur hidupnya.

Sabrina sampai terkikik waktu melihat Teza dan Karel bertengkar perkara siapa yang harus pamer pasangan ke anak-anak mereka nanti.

“Akuu. Pokoknya aku yang mau bilang ke anak-anak Kayang dari dulu udah banyak penggemarnya soalnya Pipaw ganteng banget!”

“Ya kamu kan juga cantik, Kyutipaw. Emang kenapa sih kalau aku mau pamer istri aku paling cantik sedunia ke anak-anak nanti?”

“Nggak boleh. Nanti Carmen cemburu.”

“Ca — Carmen siapa, ya?” tanya Sabrina, tak bisa menahan rasa penasaran. Pertanyaannya menginterupsi perdebatan Teza dan Karel yang tak kunjung selesai. Keduanya menatap Sabrina masih dengan alis berkerut.

“Calon anak kita,” jawab Karel lebih dulu tanpa pikir panjang, membuat Sabrina syok. Teza buru-buru membekap mulut Karel.

“Ca — Calon nama anak kita, maksudnya Kak Sabrina. Karel belum hamil, kok. Tenang. Badannya bakal tetap segini sampai fitting terakhir gaun pernikahan nanti,” ralat Teza panik.

Sabrina hanya bisa mengangguk-angguk sambil sekali lagi tertawa, merasa sangat terhibur dengan tamunya kali ini. Bahkan setelah itu pun, Karel dan Teza masih saja meributkan hal yang sama, sampai mereka selesai dengan urusan memilih model gaun pengantin dan memutuskan makan malam bersama di luar karena Papa Ian sedang pergi bersama teman-temannya malam ini. Untuk apa lagi kalau bukan pamer bahwa putranya akan segera mengadakan resepsi pernikahan?

Untungnya, Dodo dibiarkan duduk di meja terpisah, sehingga kupingnya yang sejak tadi sudah panas mendengar perdebatan bucin Teza dan Karel tidak keburu budek. Selagi menunggu daging yang dipanggang Teza matang, Karel menyandarkan kepalanya ke pundak sang suami, lelah karena terlalu lama mendebatkan hal tidak penting, sampai lupa, sebentar lagi waktu liburannya juga akan segera berakhir.

“Nggak mau balik ke New York, mau sama Kayang…,” ucap Karel lesu sambil memandang asap yang mengepul dari panggangan. Tangan Teza lihai membalikkan daging yang sudah tampak matang, lalu menaruhnya di piring Karel. Karel menatap piring makannya tanpa selera.

“Nanti enam bulan lagi kan aku jemput ke sana, terus kita pulang buat acara resepsi. Habis itu, kita bulan madu. Kamu mau ke mana?” ucap Teza seraya menyuapi sepotong daging ke mulut Karel.

“Tapi kan… habis itu tetep harus balik ke New York lagi buat nyelesaiin kuliah.” Karel mengunyah makanan di mulutnya tak bersemangat. Ia menjauhkan kepalanya dari pundak Teza sambil menatap sang suami yang kini balas menatapnya penuh perhatian.

“Aku nggak mau honeymoon. Aku mau sama Kayang,” ujar Karel keras kepala dengan bibir mencebik. Teza mengembuskan napas berat, lalu menaruh kembali daging ke panggangan.

“Terus gimana? Kamu mau aku hiatus dulu?” tanya Teza dengan sabar.

Karel diam, sesaat kemudian menggeleng. Ia sendiri pusing dan uring-uringan karena sepertinya menjalani LDM sendiri terasa lebih sulit daripada menghadapi ujian di kampus. Apalagi, bukan hanya jaraknya saja yang jauh, perbedaan waktunya pun sangat signifikan.

Karel kembali memeluk lengan kiri Teza erat. Pandangannya sendu kembali menatap makanan di atas meja tanpa minat. Seandainya mengatasi perkara LDM ini semudah memiliki pintu kemana saja milik Doraemon….

— tbc.

--

--

No responses yet