[Ready, Set, Love!] — Kacau

soljaecruise
2 min readOct 1, 2024

--

“Haahhh….”

Karel menarik napas panjang, menyesap kaleng minuman bersodanya sampai habis sebelum meremasnya dan melemparnya ke tempat sampah terdekat. Tangannya bersandar pada pagar pembatas pantai. Pandangannya menatap kosong deburan ombak kencang pada malam hari, menghantam berkali-kali tepian karang yang tangguh.

Dulu ayahnya selalu bilang begitu, selagi mereka menikmati makan malam di restoran pinggir pantai. Katanya, Karel harus tumbuh jadi anak yang kuat dan tangguh. Anak perempuan tidak berarti lemah. Meski ibunya juga sering mengingatkan, menangis bukan menunjukkan seseorang itu lemah. Menangis adalah bukti bahwa manusia memiliki perasaan dan rasa simpati.

Maka dari itu, Karel mulai menangis lagi. Hari-harinya belakangan ini kacau. Perasaannya berantakan entah karena sindrom pramenstruasi yang ia rasakan atau memang hanya satu alasan penyebabnya: Teza Arkana.

Semua karena cincin itu, cincin mawar biru yang sampai sekarang belum ketemu. Memikirkannya saja Karel mendadak mumet lagi. Bukan cuma Teza, Karel juga tak berani berkata jujur kepada Papa Ian. Karel tahu cincin itu sangat berharga. Gimana mau jadi perempuan tangguh kalau cuma mau jujur bilang udah ngilangin cincin warisan aja nyali gue udah ciut? Sori, Pah. Ternyata anak papa gak sekuat itu.

Karel mengembuskan napas keras lagi, entah sudah berapa kali hari ini. Rambutnya beterbangan tertiup angin malam yang kencang, menyapu dan menghalangi wajah Karel ketika ia menatap layar ponselnya dalam genggaman. Karel bukannya tak tahu semua orang mencarinya. Ia tahu, hanya sedang tak ingin ditemukan.

Karel menyimpan ponselnya kembali di saku celana. Ia mulai sesenggukan lagi. Ingat kalau sampai rumah nanti, mungkin hanya Tedi yang akan menyambutnya. Atau Mbak Ayu dan Bu Ipah yang mungkin hanya akan membukakan pintu dan menawarkan makan malam untuk Karel. Atau Pak Sadi yang kemungkinan akan membukakan pintu gerbang. Selain mereka, tidak ada lagi. Meskipun Bunda Ina sangat baik dan Karel tahu, sangat menyayangi dirinya, manajernya itu juga punya keluarga sendiri. Butuh waktu pribadi untuk mengurus keluarganya juga, bukan hanya Karel.

Karel mengusap air mata di wajahnya. Ia merasakan kembali ponselnya bergetar. Ada panggilan dari Teza. Ini sudah yang kedua puluh kali sejak siang tadi. Karel menolaknya. Bukan hanya karena masih kesal, tetapi juga ia merasa mulai tak nyaman melihat sikap Teza belakangan ini. Bukan sikap pria itu yang ikut-ikutan mendiamkan Karel selama berhari-hari, tetapi juga sikap kelewat ramahnya terhadap beberapa pemain — Maya Harun contohnya.

Karel tidak terima, Teza yang selama ini terus-terusan mengingatkan Karel bahwa mereka adalah tunangan, malah dengan leluasa bersikap seolah-olah mereka juga tidak bertunangan.

Ponsel Karel bergetar lagi. Kali ini bukan panggilan, tetapi pesan dari Teza. Ia mengirimkan sebuah foto yang tak asing. Foto gerbang taman bermain yang sedang Karel datangi.

Gue di sini. Lo di mana? Ucap Teza dalam pesannya. Karel terkejut, tetapi tetap tak membalas pesan Teza. Karel menghapus air matanya dan justru bergegas kembali ke parkiran, pulang ke rumah.

tbc.

--

--

No responses yet