[Ready, Set, Love!] — Kapan Dewasanya?

soljaecruise
4 min readOct 6, 2024

--

“TUNJANGANKUU…. TUNJANGANKUU….”

Teza mengerjap, mendadak kesulitan bernapas. “Hmpph….” Pandangannya buram menatap cahaya matahari yang menembus jendela, membuat matanya sakit. Sejenak ia berpikir, sepertinya ia berada di kamarnya. Seharusnya, ia memang tertidur di kamarnya.

Semalam setelah membersihkan diri sepulang dari syuting, Teza langsung terlelap pukul dua pagi. Ia ingat ayahnya sempat mengetuk pintu kamar, menawarkan susu hangat — kebiasaan yang selalu dilakukan Ian selarut apapun Teza pulang — sebelum Teza tertidur. Ian sengaja menunggu putranya pulang sambil menonton pertandingan bola.

Jadi, Teza juga seharusnya terbangun di kamarnya kan? Tapi kenapa rasanya Teza seperti terkapar di ring tinju, tengkurap tak bisa bergerak dengan sorotan cahaya menusuk-nusuk matanya, membuatnya pening?

“TUNJANGANKU… AYO BANGUN TUNJANGANKUU….”

Teza mencoba mengerjap sekali lagi. Kali ini pandangannya jauh lebih jelas. Hal pertama yang ia lihat adalah jam beker di lemari kecil sebelah kasur menunjukkan pukul 7.30 pagi. Siapa yang berani gangguin gue tidur sepagi ini?? Maki Teza dalam hati.

Siapapun orangnya, pasti punya nyali besar menganggu sang raja yang baru tertidur pada dini hari. Dodo yang sudah mengabdikan hidupnya pada Teza selama lima tahun saja tidak akan berani kalau tidak terpaksa betul.

Teza menarik tangannya sekuat tenaga, menyelipkannya di bawah dada dan berusaha mendorong tubuhnya. Dengan kekuatan yang belum sepenuhnya terkumpul, usaha Teza gagal. Kali ini ia mulai mengangkat kepalanya, berusaha mencari tahu apa yang membuatnya tak bisa bergerak.

Ternyata itu dia penyebabnya. Karel, berbaring melintang tepat di atas punggungnya. Ia juga yang sedari tadi berteriak bising memanggil-manggil Teza dengan “Tunjanganku”. Sungguh panggilan yang sangat jauh dari kata romantis kepada pasangan. Bocah itu tampak sengaja — malah kesenangan — terlentang di atas tubuh Teza yang tengkurap. Wajahnya menghadap langit-langit kamar.

“KAK TEZA TUNJANGANKU… AYO BANGUN!” Karel menggerak-gerakan kakinya heboh, memukul-mukul kasur Teza.

“Berisik, Bokem.” Teza mengerahkan tenaga lebih kuat, tapi lagi-lagi Karel sengaja melompat di atas tubuh Teza sehingga pria itu kembali terbaring keok.

“Karel!” geram Teza gemas. Saat itulah Teza sadar, ketika ia melirik ke arah pintu yang terbuka, Dodo berdiri di sana. Ia menatap dengan ekspresi lelah sambil geleng-geleng kepala melihat atraksi Karel di kamar Teza.

“Dodo cuma disuruh nganter Karel ke kamar Bang Teza sama Om Ian,” kilah Dodo sebelum berlalu pergi.

Setelah itu, Karel bangkit, beralih menduduki punggung Teza. “Kak Teza ayo bangun, sarapan sambil nonton Tom and Jerry!”

“Hmpphhh….” Punggung Teza sekali lagi mendapat tekanan kuat ketika Karel melompat. “Karel. Minggir dulu. Gue nggak bisa napas!”

Karel melompat lekas berguling lalu melompat dari kasur. Sekarang ia berdiri sambil menarik-narik tangan Teza.

“Ayo bangun, Kak… Papa Ian udah nyiapin sarapan.”

Teza masih berusaha mengatur napasnya. Sepagi ini, ia sudah dikerjai oleh bocil! Teza mengeluh, kepalanya pening karena belum cukup tidur. Tubuhnya masih terasa lelah.

“Gue masih ngantuk. Lo sarapan duluan aja.” Teza memutar kepalanya membelakangi Karel dan kembali terpejam. Tapi bocah itu tak menyerah, Karel kembali menarik-narik tangan Teza. Mengeluarkan kekutan penuh agar tubuh Teza bergerak dari kasur. Namun, sia-sia. Apalah tenaganya yang sekecil curut dibandingkan tubuh babon Teza.

“Ih, ayo bangun….”

“Karel, ini masih terlalu pagi. Gue belom puas tidur.”

“Kak Teza kan udah janji mau nemenin main pagi ini!!” Karel melepaskan tangan Teza. Ia kelelahan sendiri. Dengan heboh tangan Karel mengipas-ngipasi kepalanya yang mulai kegerahan.

Untungnya, setelah itu Karel melihat Teza mulai bergerak. Pria itu terduduk di kasur dengan mata masih terpejam. Meski dengan kaus lecek sekalipun, Teza masih tetap terlihat tampan. Karel menarik tangan Teza lagi, meminta pria itu turun dari kasur. Teza hanya bisa mengikuti dengan pasrah ketika Karel menyeretnya melalui tangga hingga ke ruang tv.

Bocah itu aktif dan mandiri menyetel film kartun Tom and Jerry sementara Teza terkapar di sofa. Kepalanya menengadah bersandar dengan mata terpejam. Samar, Teza bisa mendengar suara Karel mengobrol dengan ayahnya.

“Papa Ian, Karel mau sereal aja boleh?”

“Ya boleh dong, cantik. Roti bakarnya buat Teza aja. Kalau dia belum bangun, sumpel aja ke mulutnya, ya.” Teza terkekeh mendengar kalimat ayahnya. Paginya tak pernah seribut dan seheboh ini selama beberapa tahun terakhir. Rumahnya selalu sepi setelah ibunya tiada. Namun pagi ini, suasananya berbeda, jauh lebih ceria.

Teza membuka mata pelan. Betapa terkejutnya ia mendapati wajah Karel tepat di atas wajahnya.

“Kak, Kak. Aaaaa….” Karel meminta Teza membuka mulutnya. Anehnya, Teza hanya menuruti saja. Saat itulah, Karel menyuapkan potongan roti bakar utuh ke dalam mulut pria itu, membuat Teza tersedak.

Karel melompat ke sofa di sebelah Teza. Ia duduk, meraih mangkok berisi sereal yang ada di meja depan sofa lalu menonton Tom and Jerry dengan hikmad. Teza di sampingnya, memuku-mukul dadanya dengan heboh, kemudian meraih gelas susu milik Karel dan menghabiskannya dalam sekali tenggak.

“Ih, itu kan punya Karel!” protes bocah itu.

Teza melotot galak. “Siapa suruh bikin orang keselek!”

Ian yang berdiri di belakang mereka, membawakan lebih banyak roti bakar untuk Teza hanya bisa geleng-geleng kepala melihat keributan tersebut.

Kapan anak-anak ini dewasa, ya?

tbc.

--

--

No responses yet