[Ready, Set, Love!] — Kekacauan

soljaecruise
3 min readSep 26, 2024

--

Teza dalam perjalanan menuju rumah Karel. Setelah sedikit menurunkan egonya, ia akhirnya menghubungi Bunda Ina untuk meminta alamat rumah Karel secara langsung. Teza bilang, ia hanya ingin mengajak Karel makan bersama dan mengobrol agar bisa lebih saling mengenal. Untungnya Bunda Ina tak menaruh kecurigaan sama sekali dengan adanya aroma pertengkaran antara Teza dan Karel.

Separuh perjalanan menuju bilangan Jakarta Selatan. Dodo melihat Teza melalui kaca spion masih asyik memainkan ponselnya. Padahal sebelum berangkat, Teza bilang ia ingin tidur di mobil setelah begadang menulis lagu baru untuk The Phantom. Nyatanya Teza justru terjaga dan semakin melotot begitu melihat — entah apa sesuatu — di layar ponselnya. Dodo mengernyit curiga.

“Do, puter balik. Ke DPR!” Teza memberi perintah mendadak. Saking terkejutnya Dodo, kemudi di tangannya nyaris oleng. Dodo kembali melirik Teza melalui spion tengah.

“Ada apa di DPR, Bang? Tadi kan kita liat dari jalan tol aja udah macet banget di depannya ada demo.”

“Ya justru itu. Kita ke sana,” sahut Teza cepat. Dodo tampak makin terkejut.

“Ma-Mau ngapain, Bang?”

“Nyusul Bokem. Udah jangan banyak tanya. Anterin gue ke sana sekarang.”

“Bang, ini kalo Pak Dirut tau, Dodo bisa diomelin abis-abisan, Bang.” Wajah Dodo memelas, meminta belas kasihan dan pengertian Teza.

“Gue yang tanggung jawab. Udah, sekarang anterin gue ke sana.”

Dengan berat hati, Dodo membanting kemudinya ke kiri, menuju percabangan arah Semanggi. Karena kondisi jalanan padat, Dodo tak bisa menurunkan Teza tepat di depan lokasi unjuk rasa. Teza turun dengan modal masker menutupi wajah juga topi dank aca mata hitam yang menutupi wajahnya.

Sebelum turun, Teza merapatkan jaket. Matanya memicing, siap mencari keberadaan Karel. Ia tahu aksinya sungguh nekat. Sebenarnya Teza juga tidak tahu apa yang mendorongnya sampai datang ke tempat ini. Entah sekadar rasa takut dimarahi ayahnya atau murni tanggung jawab sebagai tunangan. Jantung Teza seakan berhenti sepersekian detik memikirkan kemungkinan terakhir. Hell, no. Gue masih terlalu muda buat ngerasain tanggung jawab sebesar itu. Ini cuma murni rasa takut dan simpati. Titik.

Teza menyusuri kerumunan manusia seperti orang gila. Menyeruduk ke sana kemari tak sabaran. Tak jarang pula ia mendapat teguran. Sekitar satu jam Teza mencari di bawah terik matahari yang panas, Teza hampir menyerah. Benar kata Dodo, aksinya ini terlalu nekat untuk kemungkinan menemukan Karel yang sangat tipis. Teza tak menyangka ternyata massa dalam aksi unjuk rasa ini sangat besar.

Ketika Teza akhirnya memutuskan mengakhiri pencariannya, ia menangkap sosok perempuan bertubuh mungil di tengah kerumunan. Perempuan itu mengenakan jaket merah jambu dengan rambut dikepang dua tertutup topi. Wajahnya tak terlalu terlihat karena tertutup masker putih. Namun dari siluetnya saja Teza tahu, perempuan itu adalah bocah nakal yang ia cari.

Teza melihat Karel terdorong-dorong di tengah kerumunan. Tangannya berusaha melindungi kepalanya sendiri dari aksi massa yang mulai anarkis, saling lempar kerikil. Teza buru-buru menyambar tangan Karel, menariknya dari keributan panas para pendemo yang ricuh.

Karel terkejut, terlebih waktu melihat pria yang menyeretnya dari kerumunan nyaris seperti agen rahasia yang seluruh wajahnya hampir tak terlihat sama sekali. Tangannya yang besar menarik Karel menjauhi kerumunan, menuju kumpulan para pedagang di tepi jalan raya. Saat keduanya berusaha mengatur napas masing-masing, Karel baru menyadari orang yang menyelamatkannya adalah Teza Arkana, tunangannya.

“Lo ngapain di sini, Kak? Bahaya.” Karel menurunkan topi Teza agar semakin menutupi wajahnya.

“Harusnya gue yang bilang begitu! Lo ngapain sih sampe ke sini? Bahaya banget tau, nggak?” Teza tak bisa menahan omelannya kepada Karel. Ia melihat perempuan itu menunduk dengan wajah mencebik.

“Gue kan juga rakyat, emang nggak boleh ikutan demo?”

Bocah gila! Maki Teza dalam hati. Benar-benar tak habis pikir dengan jawaban Karel. Sebelum Teza sempat mengomel kembali, ia melihat sebuah angkutan umum yang sudah disewa sebagai kendaraan pengunjuk rasa melaju dengan cepat ke arah mereka. Dengan panik Teza menarik tubuh Karel ke pinggir. Namun gerakan tangannya terlalu cepat sehingga membuat Teza limbung. Begitu mobil angkutan melewati mereka, tubuh Teza terguling di aspal, membuat topi, kacamata, dan maskernya lepas. Orang-orang mulai mengerubunginya.

“Mas, nggak apa-apa, Mas??”

“Sakit nggak, Mas??”

“WAH TEZA ARKANA, YA???”

Teza hanya bisa memejamkan mata sambil berharap bumi menelannya saat itu juga.

tbc.

--

--

No responses yet