[Ready, Set, Love!] — Kencan Spesial

soljaecruise
11 min readDec 1, 2024

--

Dufan, tempat dengan sejuta kenangan untuk Karel. Setelah kali terakhir datang ke tempat ini sendirian, saat ia mencoba kabur dari orang-orang di sekitarnya, Karel tidak menyangka akan datang lagi ke sini, apalagi ditemani Teza. Karel bahagia bukan main. Saking bahagianya, ia bahkan langsung memeluk Teza tepat di depan patung Dufan — tanpa peduli orang-orang yang sedari tadi sudah menaruh perhatian pada mereka kini makin melotot melihat Karel bergelayut manja pada leher suaminya.

“Kayaaangg,” panggil Karel nyaring, membuat Teza tersenyum lebar, salah tingkah mendapatkan panggilan sayang “unik” sekeras itu di depan umum.

Karel melompat mundur demi menatap wajah Teza yang balas menatapnya teduh. Tidak ada kaca mata hitam, tidak ada masker, tidak juga topi yang menghalangi pandangan keduanya. Seluruh dunia harus tahu, Karel dan Teza pergi berkencan ke Dufan hari ini. Bahkan kalau harus menjadi headline berita nasional, baik Teza dan Karel sudah siap. Yang penting, mereka hanya ingin menikmati waktu dengan gembira, di taman bermain yang memiliki makna spesial untuk Karel.

“Kok Kayang tau aku suka ke sini?”

Teza tersenyum, memeluk pinggang Karel sambil menjawab, “Kata Bang Tora sama Dion, kamu kadang main ke sini kalau kangen sama orang tua kamu.”

Karel mengangguk antusias. “Dulu Papa susah banget kalau mau libur, selalu sibuk. Pas liburan akhir tahun, waktu aku kelas 2 SD, Papa pernah ngasih kejutan dengan ngajak aku sama Mama ke sini,” kisah Karel dengan semangat. “Aku kangen Papa sama Mama….”

Teza otomatis memeluk Karel kembali, mengusap kepala istrinya dengan sayang agar tidak menangis. Ini seharusnya jadi hari yang ceria untuk mereka, Teza hanya ingin menyisakan dan menciptakan kenangan manis lainnya untuk Karel di sini, bukan memori duka cita.

“Ya udah. Hari ini kita main sepuasnya, ya?”

Karel mengangguk kuat-kuat. Ia menjauhkan kembali kepalanya dari dada Teza. “Hari ini mau main yang seru-seru sama Kayang! Kayang nggak takut ketinggian, kan?”

Teza memasang senyum kikuk, lalu menelan ludah berat. “Enggak kok,” katanya pura-pura yakin.

Padahal, sejak Teza bilang mau mengajak Karel pergi ke Dufan pun Dodo sudah berkali-kali mengingatkan, “Bang, bukannya Abang takut ketinggian?” Tetapi peringatan Dodo hanya Teza anggap sebagai angin lalu. Jangankan ketinggian, menantang maut pun akan Teza terjang demi melihat istrinya tersenyum lebar sepanjang hari. Sebuah pemikiran arogan yang kini benar-benar membuat Teza pucat pasi.

Sementara Karel mengayun-ayunkan gandengan tangan mereka penuh semangat, Teza menatap gelisah wahana halilintar yang bergerak secepat kilat di atas kepalanya. Teriakan para penumpang nyaring terdengar sampai ke bawah. Bulu kuduk Teza meremang seketika.

“Dulu waktu kecil, aku nangis ke Papa gara-gara nggak boleh naik wahana ini.” Teza menunduk, melihat Karel kini merangkul pinggang Teza dengan nyaman. “Terus waktu aku ke Dufan terakhir kali itu, waktu aku hilang dan orang-orang nyariin, akhirnya aku naik wahana halilintar ini sampai lima kali.”

“Li — Lima kali??” cetus Teza panik.

Karel mengangguk, bola matanya berpendar bingung melihat air muka Teza mendadak putih. “Kayang takut?”

“Enggak!” sahut Teza cepat. Senyum paripurna di wajahnya kembali muncul, menyulut keyakinan Karel, kali ini mereka bisa menaiki kereta luncur cepat tersebut sebanyak setidaknya sepuluh kali. Toh, mereka adalah penumpang jalur antrean cepat. Tidak perlu waktu lama untuk menikmati setiap wahana yang ada.

Karel dan Teza memilih duduk di kereta luncur paling belakang. Teza meremas kuat tangan Karel ketika sabuk pengaman dikencangkan. Bibirnya mengerucut, berkali-kali mengembuskan angin dari dalam kerongkongannya yang mendadak terasa kering. Teza memejamkan mata, merapalkan beberapa doa untuk menguatkan mental, sementara Karel sendiri hanya memperhatikan.

“Kayang takut?” tanya Karel tepat sebelum kereta mulai bergerak. Teza tidak menjawab, hanya menggeleng sambil memejamkan mata. “Kalo takut, kenapa nggak bilang?”

Remasan tangan Teza pada tangan Karel semakin kencang seiring posisi kereta menanjak ke puncak paling tinggi.

“Engh — Enggak, sayang. Nggak takut… Ini mataku perih kena angin.“

Namun, rasa percaya diri yang Teza buat-buat tidak bertahan lama. Tepat beberapa detik setelahnya, hilang sudah semua gengsi dari seorang Teza Arkana, hanya tersisa kepasrahan, berharap mendapat pertolongan dari Yang Maha Kuasa.

“AAAAKK KARELLL!!”

“DODOOO TOLONGIN GUE DODO!”

Teza berteriak nyaring kala kereta menukik dengan kecepatan penuh, meliuk-liuk mempermainkan debar jantungnya yang nyaris meledak. Orang-orang yang mendengarnya di bawah pun sampai terkikik, meski tak tahu jelas bahwa teriakan itu keluar dari mulut seorang penyanyi terkenal yang biasanya sering dipuja-puja.

Karel pun sama, alih-alih merasa takut, malah tertawa cekikikan sepanjang permainan melihat wajah Teza yang lemas seperti tak bernyawa. Kepala suaminya bersandar pada kursi dengan mata terpejam saat kereta akhirnya berhenti di tempat naik-turun penumpang. Jantung Teza rasanya tertinggal di tengah lintasan. Ia tidak sanggup membuka mata, apalagi, kini orang-orang menatapnya sambil mengulum senyum.

“Kayang… udah sampe. Ayo turun. Atau Kayang mau naik lagi?” ucap Karel seraya mencolek-colek pipi Teza.

Teza cepat-cepat menggeleng. “Enggak, ayo turun hhh… Nggak sanggup aku.”

Teza buru-buru menarik tangan Karel keluar kereta dengan napas memburu. Tak peduli orang-orang kini memperhatikannya dengan cengiran lebar, tak peduli nanti tampang pucat pasinya beredar di dunia maya — karena Teza jelas-jelas melihat beberapa orang mengarahkan kamera ke arahnya sejak ia masih duduk di kereta tadi bersama Karel.

Karel mengusap dan merapikan rambut sang suami yang masih termenung lesu. Kesadaran Teza seakan belum kembali.

“Mau nyoba naik tornado nggak — ”

“Nggak,” sahut Teza cepat seraya menggeleng kuat-kuat. Tak sanggup melihat lebih banyak ekspresi aibnya terekam oleh banyak kamera warganet yang berkeliaran. “Naik kuda-kudaan aja,” usulnya sambil menarik tangan istrinya menuju wahana komidi putar. Karel tidak protes, malah kembali tertawa. Ia tak masalah menaiki wahana apapun, sepanjang ada Teza yang menemani.

Hari itu langsung Karel nobatkan sebagai salah satu hari paling penting dan membahagiakan dalam hidupnya. Meski sempat terinterupsi oleh sesi jumpa penggemar dadakan, menjadi objek bidikan kamera pengunjung di sekitar mereka, bahkan hampir gagal makan siang karena ada serombongan ibu-ibu minta foto bersama, Karel dan Teza menikmati seluruh kegiatan mereka. Mereka juga mendapat banyak doa baik, semoga hubungan keduanya langgeng dan bisa segera menikah. Karel dan Teza hanya bisa tersenyum saling tatap saat didoakan.

“Makasih ya, Bu,” ucap Teza tulus saat seorang ibu berusia empat puluhan sambil menggendong anak berusia tiga tahun menepuk-nepuk lengan atasnya.

“Ibu doain, Neng Karel kuliahnya cepat selesai, ya. Jadi kalian nggak perlu bolak-balik ke Amerika. Jauh banget kuliahnya, Neng. Biar cepat nikah. Cocok banget kalian ini. Ibu kalo liat di tipi, rasanya pengen meluk. Berasa anak sendiri.”

Karel dan Teza sama-sama terkekeh. Mata Karel kepada tertuju sang bocah dalam gendongan yang sedari tadi menatapnya dengan bola mata berbinar. Karel tersenyum, satu tangannya menjawil pipi sang bocah.

Teza yang menangkap adegan tersebut merasakan desiran halus dalam hatinya. Karel, istrinya, seperti tumbuh dewasa dengan begitu cepat. Rasanya baru kemarin bocah itu pakai seragam sekolah. Sekarang, seakan-akan siap memiliki anak saja, seolah istrinya tersebut bukan lagi seorang bocah perempuan yang baru akan menuju usia 22 tahun, usia yang masih terhitung sangat muda apalagi untuk seorang bintang yang baru bersinar seperti Karel.

Ketika matahari mulai karam, langit mulai berubah gelap, menutup semburat jingga kemerahan yang terlukis indah pada sore hari cerah, Karel dan Teza menatap langit terpaku di kursi wahana kincir angin. Semilir udara berembus, menerbangkan rambut Karel dan Teza yang kini berangkulan nyaman. Tangan Karel melingkar pada pinggang Teza, sementara kepalanya bersandar pada dada bidang pria tersebut. Selain keduanya, tidak ada penumpang lain dalam sangkar tanpa penutup kaca yang membawa mereka menikmati pemandangan sekitar Laut Jawa dari atas. Karel bisa dengan leluasa bermesraan dengan sang suami sambil menikmati suasana romantis dan syahdu.

“Aku seneeengg banget hari ini,” ucap Karel sambil mengembuskan napas. Matanya tertuju pada hamparan laut luas di bawah mereka. Kapal-kapal yang berlayar hanya tampak sebesar titik dari jauh.

Teza mengusap kepala Karel dengan sayang, berusaha menyingkirkan rambut-rambut yang menyelimuti wajah sang istri yang tak kalah cantik dari pemandangan di hadapan Teza sekarang. Entah kapan lagi momen seperti ini akan datang. Teza harap, ia tak perlu mengantar Karel pergi ke bandara lagi dalam kurun waktu tiga minggu ke depan. Ia ingin menikmati setiap hari berdua dengan sang istri, seperti hari ini.

“Makasih, Kayang….” Karel mengecup bibir Teza sekilas lalu mengencangkan kembali pelukannya pada pinggang Teza.

“Lain kali, jangan ke Dufan sendirian lagi, ya,” pesan Teza. “Ajak aku. Aku temenin, kapanpun kamu mau.”

Karel tertawa kecil. “Hehe… tapi Kayang penakut.”

Teza balas terkekeh. “Iya, aku penakut. Apalagi kalau kamu udah hilang. Makanya jangan kabur sendirian lagi. Kamu punya aku sekarang. Meskipun kita LDM, kamu boleh recokin aku — atau Dodo — kapanpun.”

Mata Karel berkaca-kaca, kepalanya mengangguk. Karel termenung memandang mata Teza yang seteduh ombak tenang di samudra, menyerap seluruh rasa duka yang pernah Karel rasakan selama ini. Tak pernah menyangka, Tuhan mengirimkan sosok Teza Arkana sebagai keluarganya. Teza mungkin bukan manusia sempurna, tetapi ia sempurna bagi Karel.

Karel kira, Teza akan langusung mengajaknya pulang saat mereka mendaratkan tubuh di mobil pada pukul delapan malam. Tetapi, ia salah. Ketika sedan hitam Teza mengelilingi area pantai Ancol dan berhenti pada salah satu tempat parkiran yang dipadati mobil-mobil lain, Karel menatap Teza bingung. Tak jauh dari mereka, sekumpulan manusia berdiri melompat-lompat, menghadap panggung dengan hiasan gemerlap lampu warna-warni. Suara musik mengentak kencang di sana.

“Kayang mau nonton konser?” tanya Karel bingung.

Teza tidak menjawab, tangannya sibuk membetulkan kemudi sebelum melepaskan sabuk pengaman miliknya dan milik Karel. Pria itu hanya tersenyum misterius melihat tampang kebingungan sang istri.

Keduanya berjalan mendekati kerumunan usai Teza membukakan pintu mobil untuk Karel. Tangan sang suami menggandeng tangan Karel erat. Maklum, takut hilang dan tersesat. Karel memperhatikan Teza tampak berbicara dengan salah seorang petugas keamanan. Pria bertubuh tegap dan besar mengenakan seragam safari hitam tersebut tersenyum ramah kepada Karel sebelum mengarahkan mereka mendekat ke panggung.

Karel hanya bisa pasrah ditarik Teza menembus keramaian manusia hingga akhirnya mereka duduk di salah satu area VIP yang membatasi tamu-tamu undangan spesial dengan pengunjung lainnya. Di sana, Karel bukan hanya melihat beberapa penyanyi dan artis tenar Ibukota, tetapi juga anggota The Phantom yang lain sedang melantunkan lagu dengan semangat, sampai-sampai Jo, Tian, dan Mario sendiri tidak sadar kalau Teza dan Karel sudah datang.

Mata Karel langsung tertuju ke panggung. Ternyata, ini adalah konser Melodi Sumbang, salah satu band paling populer selain The Phantom saat ini. Tidak seperti namanya, setiap lagu yang diciptakan oleh band tersebut memang cukup ringan dan ramah didengar oleh masyarakat. Karel juga salah satu penikmat lagu-lagu mereka. Namun, ia tak pernah tahu bahwa grup musik tersebut ternyata memiliki hubungan yang sangat akrab dengan The Phantom. Apalagi, Gilang Bustami, sang vokalis, sampai menyapa Teza secara khusus.

“Makasih buat semangatnya nyanyiin lagu Aku Ada Untukmu barusan. Ini… kebetulan kita kedatangan tamu spesial, ya. Ada Bang Teza. Halo, Bang….” Teza balas melambai ke arah panggung. “Oh, ternyata tamu spesial kita bawa orang spesial juga, ya,” Gilang terkekeh sebelum menyapa Karel.

“Halo, Karel… tadi habis kencan di Dufan, ya? Rame banget di story orang-orang, sampai masuk berita.”

Karel tertawa sambil menunduk malu sebelum akhirnya melambaikan tangan, persis seperti yang dilakukan sang suami. Para pengunjung pun berteriak heboh menyambut kehadiran dua bintang paling fenomenal belakangan ini.

“Oke, karena kita kedatangan tamu spesial hari ini… Boleh nggak kalau kita ajak nyanyi bareng di panggung?”

“BOLEEEHH!!” teriak penonton antusias.

“BOLEH BANGET!!!”

“KANGEN DENGER KAK TEZA SAMA KAREL NYANYI BARENG!” teriak salah satu suara paling nyaring. Karel dan Teza sendiri hanya tertawa salah tingkah, sementara anggota The Phantom yang lain ikut menyoraki, mendorong Teza dan Karel naik ke panggung.

“Bang Teza, sama Karel, boleh dong gabung ke atas sini?” pinta Gilang. Teza menatap Karel, meminta persetujuan. “Karel kayaknya capek banget, ya? Atau Bang Teza aja deh. Ayo, Bang Teza.”

“TEZA! TEZA! TEZA! TEZA!”

“AYO KAK KAREL JUGA DONG!!”

“TELER! TELER! TELER! TELER!”

Penonton bersorak ketika pada akhirnya Teza berhasil membujuk Karel naik ke panggung bersamanya. Perempuan itu tidak menyanka, ini akan jadi penampilan konser pertama Karel di depan umum setelah beberapa tahun, bukannya konser yang ditawarkan Pak Produser sebelumnya. Karel sejujurnya agak gugup dan tak tahu lagu apa yang akan dinyanyikan. Ia hanya menuruti ajakan sang suami saja. Makanya, saat berdiri di panggung pun, Karel sedikit menyembunyikan tubuhnya di balik tubuh Teza dengan canggung. Teza sendiri, berdiri gagah sambil mengacungkan mikrofon ke depan mulut, mengobrol sebentar dengan Gilang.

“Gimana nih, Bang? Ini penampilan pertama ya setelah kalian go public?”

Teza mengangguk sambil terkekeh. “Udah lama banget, ya?”

“Lama banget,” sambut Gilang sambil menganggut-anggut setuju. “Gue dan anggota band yang lain merasa sangat terhormat bisa kedatangan tamu spesial paling fenomenal. Tapi sebelum itu, gue sejujurnya penasaran, Bang… kalian kalo pacaran gimana, sih? Soalnya nggak ada yang nyangka, tiba-tiba jadian.”

Teza menggaruk tengkuknya sambil tersenyum, kebingungan. Tangannya lalu menggenggam tangan Karel. “Ya, begini aja. Kayak orang pacara pada umumnya….”

“CIEEEEE!!” Sorak sorai penonton semakin membahana, bergema terbawa udara yang bertiup dari bibir pantai.

Mario sendiri berteriak paling heboh. “KALIAN NGGAK TAU AJA DUA MANUSIA INI LUAR BIASA BUCIN!”

Sorakan penonton kembali terdengar menimpali pekikan keras Mario. Sampai-sampai, Gilang yang di panggung pun bisa mendengar.

“Beneran bucin banget, Bang?” ledek Gilang, Teza dan Karel hanya tersenyum malu-malu sambil masih bergandengan tangan. “Coba dong, Bang… kasih satu kalimat aja buat Karel. Katanya Bucin… harusnya berani, ya? Ya, nggak penonton?”

“TEMBAK! TEMBAK! TEMBAK!”

“Lah, kok disuruh tembak lagi? Kan udah jadian?” sahut Gilang tergelak. “Ayo, Bang. Silakan.”

“Apa aja boleh?” tanya Teza memastikan dan dijawab dengan anggukan mantap oleh sang pemilik acara.

Teza berdeham sebelum menyerongkan tubuh ke kiri, menghadap Karel. “Karel,” panggilnya sambil berusaha meredakan debar jantungnya dan membuang jauh-jauh rasa malu. “Kyutipaw….”

“APAAN TUH KYUTIPAW?”

“ORGIL!”

“BENERAN BUCIN ANJIR!”

“DUNIA CUMA PUNYA LU BERDUA POKOKNYA BANG GAS TERUS!!”

Karel menepuk lengan Teza pelan, malu karena diteriaki penonton gara-gara ulah pria tersebut.

“Karel, dijawab dong itu panggilan pacarnya.” Gilang buru-buru menyerahkan mikrofon miliknya kepada Karel. Perempuan itu menyambut dengan tangan gemetaran.

“I — Iya, Kayang — Kak Teza.”

Penonton kembali tergelak melihat sikap canggung dan gelagapan Karel. Gadis itu menyengir lebar ke arah penonton sambil menutupi wajahnya sendiri dengan mikrofon, tak bisa menahan semburat merah di wajahnya.

“Di kesempatan kali ini, aku mau bilang makasih karena kamu udah sangat sabar dan tabah menjalani hubungan yang kita sama-sama tau nggak mudah sejak awal.”

Karel menatap Teza terpaku kala mendengar penekanan pada kata terakhir. Karel kira, ini hanya semacam pertunjukkan hiburan di atas panggung. Namun, waktu melihat manik mata Teza tertuju luru-lurus padanya dengan serius, Karel tahu, Teza benar-benar ingin menyampaikan sesuatu.

“Kita udah ngelewatin banyak hal selama ini, dan aku harap kita bisa melewati setiap hal di masa depan bareng-bareng juga.” Dada Karel mulai naik-turun, merasakan debar jantungnya sendiri kian lama kian cepat. Mulutnya separuh terbuka kala Teza meremas tangannya sebelum berkata,

“Aku sayang banget sama kamu, Karel. Mau ya, nikah sama aku?”

ZEEEENGGG….

Suasana mendadak sepi selama beberapa detik. Semua orang terkejut, kecuali Gilang dan para personel The Phantom sendiri yang memang sudah diberitahu oleh Teza sebelumnya.

Karel membatu, Teza pun sama tak bergerak dengan harap-harap cemas, seolah-olah ini adalah lamaran sungguhan. Ia takut tiba-tiba Karel kesal dengan aksi panggungnya dan malah menolak. Bisa gagal rencananya untuk mengumumkan pernikahan mereka dalam waktu dekat.

Namun suasana sepi itu tak bertahan lama, karena setelahnya, sorakan penonton yang tadi saja sudah heboh kini makin memekakkan telinga orang-orang di sekitar panggung.

“SUMPAH KAK TEZA MAU NIKAH??”

“KAK TEZAAA???”

“AAKK YA AMPUNNN PASANGAN FAVORITKU MAU NIKAH!!!”

“KAREL PLIS TERIMA TAWARAN KAYAK GINI NGGAK DATANG SEABAD SEKALI!!”

Mulut Karel megap-megap, membuka-menutup seperti ikan. Ia bingung dan salah tingkah sendiri mendapat kejutan besar dari Teza. Selama beberapa detik, ia hampir lupa kalau mereka sebenarnya sudah menikah. Ketika Karel melihat Teza mengerling ke arahnya, ia tahu, Teza punya rencana.

Perlahan, sudut-sudut bibir Karel kembali tertarik. Dengan malu-malu, Karel menjawab, “I — Iyah, mau….”

Begitulah acara lamaran Teza dan Karel berlangsung di atas panggung sesuai rencana Teza — usai meminta izin kepada BJ dan berdiskusi dengan Dodo dan Bunda Ina beberapa hari lalu. Lamaran yang dalam hitungan detik saja langsung menjadi topik pencarian paling panas sejagat dunia maya. Video lamaran Teza tersebar luas. Bahkan beberapa foto-foto kencang Teza-Karel di New York pun ikut bertebaran.

Dodo dan Inara yang sudah mengira dampak lamaran pemberani Teza akan sebesar ini, untungnya sudah memiliki persiapan. Beberapa hari setelah berita tersebut menjadi headline news nasional selama lima hari berturut-turut, setelah Teza dan Karel berdiskusi matang-matang dengan Ian maupun agensi masing-masing…

akhirnya, DWEnt. mengumumkan, Teza dan Karel akan menggelar pesta pernikahan secara privat dalam kurun waktu enam bulan mendatang. Hanya orang-orang terdekat — keluarga, sahabat, dan kerabat yang akan diundang untuk merayakan hari paling bahagia bagi pasangan penyanyi sekaligus artis tersebut.

tbc.

--

--

No responses yet