[Ready, Set, Love!] — Nggak Kenal
Karel baru saja turun dari panggung setelah melakukan pengecekan suara. Inara yang setia menunggu di balik panggung lekas menyodorkan sebotol air mineral kepada Karel. Ruangan mulai dipadati orang-orang yang lalu lalang membawa kostum dan peralatan rias. Karel harus melangkah hati-hati kalau tidak mau membuat kekacauan dengan menumpahkan minuman ke salah satu kostum penyanyi yang akan tampil.
Setelah menyapa dan mengobrol sebentar bersama beberapa rekan penyanyi senior, Karel memilih duduk di salah satu kursi di sudut ruang tunggu. Sambil mengatur napasnya, Karel menenggak habis minuman pemberian Ina.
“Tadi Bunda habis ketemu manajernya Teza.”
“Emang Kak Teza udah dateng?” Karel menutup botol minum merah jambu miliknya lalu menyambar ponselnya sendiri di kantung celana. Ia meihat ada beberapa pesan dari Sasha yang mengabarkan kalau ia tidak bisa datang menonton pertunjukkan Karel hari ini karena ada ada acara keluarga. Sasha juga merasa menyesal karena itu artinya, ia juga tak bisa menyaksikan pertunjukkan The Phantom yang merupakan band kesukaannya. Karel tak ambil pusing. Ia menyimpan ponselnya kembali.
“Udah. Tadi Bunda ketemu di depan ruang tunggu sana.” Tangan Ina menunjuk salah satu ruangan tak jauh dari tempat mereka berdiri. Ruangan khusus yang disediakan sebagai ruang tunggu untuk para personel The Phantom, berbeda dengan Karel yang harus berbagi ruang tunggu dengan para penyanyi lainnya. Karel mengangguk-angguk.
“Sekarang kayaknya giliran The Phantom yang GR. Tuh, denger.”
Karel diam, berusaha mendengarkan dengan saksama suara dari panggung outdoor yang ramai riuh. Samar, ia bisa mendengar suara Teza menyanyi pelan dan santai. Suara lelaki itu tetap terdengar halus, lembut, dan menampilkan suara khas seorang Teza Arkana yang sedikit serak. Sangat berbeda dengan tipe suara Karel yang terdengar lebih bulat dan bersih, persis suara para remaja yang ceria.
Kaki Karel berhenti mengentak lantai waktu musik tak lagi terdengar. Tak lama ia melihat para personel The Phantom satu per satu turun dari panggung, masuk kembali ke backstage dan berjalan menuju ruang tunggu khusus mereka. Mata Karel sempat berpapasan dengan Teza. Namun sesuai arahannya, Karel cepat-cepat melengos. Ia pura-pura tidak mengenali sosok Teza sementara hampir semua orang di ruangan itu, selain Karel sendiri, menyapa Teza dengan ramah. Membuat Karel menjadi satu-satunya penyanyi junior paling tidak tahu sopan santun. Karel jadi kesal sendiri dengan situasi tersebut.
Akhirnya Karel ikutan mengangguk, berusaha menyapa Teza dengan sopan. “Halo, Kak Teza.”
Teza balas mengangguk singkat, wajahnya datar. Ia buru-buru menyusul personel The Phantom yang lain masuk ke ruang tunggu.
CIH! KALO BUKAN DEMI SOPAN SANTUN. MALAS BANGET GUE SOK AKRAB SAMA SI TEDIII, Karel merengut dalam hati. Bibir Karel membentuk bulan sabit melengkung ke bawah sempurna. Namun perasaan kesal itu tak bertahan lama karena setelahnya perut Karel kembali terasa mulas waktu para penata rias dan busana sudah memintanya untuk bersiap duduk di depan cermin. Rasa gugup kembali menyelimuti Karel.
Gimana nanti kalo gue nggak berhasil lagi nyentuh nada tinggi?
Kepala Karel penat duluan memikirkannya.
— tbc.