[Ready, Set, Love!] — Baru Cukup Umur
Benar seperti Teza bilang, Karel bertemu Dodo di depan van Teza. Pria itu tampak lesu, cemas, dan panik. Seperti diberi tugas menjaga pintu nearaka. Dodo cepat-cepat membuka pintu mobil van Teza bgitu melihat Karel. Dengan gelagat seperti orang kebakaran jenggot, manajer Teza itu meminta Karel masuk sebelum ada yang memergoki.
Di dalam mobil, Karel melihat Teza duduk dengan nyaman, menikmati makan sambil menonton video di tablet. Dengan santainya, ia menyodorkan sushi kepada Karel yang baru saja duduk begitu pintu mobil ditutup. Karel membuka mulut, menerima suapan Teza. Tak tahu sejauh mana hubungan mereka berjalan sampai suap-menyuap menjadi hal yang bisa ditoleransi sekarang. Karel mengintip layar tablet Teza. Pria itu sedang menonton kartun Tom and Jerry, kartu kesukaan Karel juga. Karel berdecak.
Badan doang gede, tontonannya sama aja kayak bocil macem gue.
Karel mencolek lengan Teza, minta disuapi lagi. Teza, masih sambil menonton, meraih sepotong sashimi, mencelupkannya pada shoyu sebelum menyodorkan sumpit ke depan mulut Karel. Keduanya asyik menonton sampai tak sadar maksud dan tujuan awal kedatangan Karel ke van Teza. Begitu makanan habis, perut keduanya terasa kenyang, Teza mematikan tontonan di tablet, membuat Karel kecewa. Sudah lama ia tak menonton kartun kesukaannya tersebut.
“Jadi, gimana? Udah siap?”
“Siap apanya?” Mata Karel masih memperhatikan tangan Teza menyelipkan tablet ke kantung belakang kursi penumpang depan mobil.
“Katanya mau tau bedanya temen sama tunangan?”
Karel mengangguk kuat-kuat. Siap mengakhiri segala rasa penasaran yang terus menghantui hingga ke dalam mimpi. Teringat wajah Teza yang begitu dekat ketika mereka makan bersama akhir pekan lalu. Karel terngiang-ngiang.
Kali ini sama, Teza tersenyum sebelum mendekatkan wajah tiba-tiba kepada Karel. Karel menahan napas kuat-kuat, berusaha tidak memejamkan mata. Satu detik, dua detik, tidak ada yang Teza lakukan selain memandangnya. Jantung Karel hampir meledak, seperti mau melompat keluar.
“Bedanya,” Teza menunjuk cincin di jari manis Karel. “Bedanya sekarang lo bisa dengan pede pake cincin itu di depan orang-orang.”
Pipi Karel menggembung kesal. LAGI! Ia diusili sekali lagi oleh Teza! Karel buru-buru memindahkan cincin tunangannya ke jari telunjuk agar tidak ada yang curiga.
“KALO CUMA GINI DOANG NGAPAIN LO NYURUH GUE KE VAN LO SEGALA, KAK. GUE UDAH MEMPERTARUHKAN REPUTASI KITA DENGAN DATENG KE SINI!! NYESEL!” Karel mengomel di depan Teza, tapi pria itu justru terbahak melihat kekesalan Karel. Tangan Teza secepat kilat menangkap tangan Karel yang hendak melayangkan pukulan bertubi-tubi ke arahnya.
“Ya bener, kan?” Teza menatap Karel dengan tenang. Karel membuang muka. “Nggak tau, ah.”
“Gue serius waktu bilang lo boleh cerita apapun ke gue. Lagian, kita perlu lebih sering ketemu dan ngobrol.”
“Biar apa?” Karel masih enggan menatap Teza. Kedua tangannya terkunci dalam genggaman erat Teza, persis seperti penjahat yang diborgol.
“Biar lo nggak kesepian dan bikin ulah kayak kabur ke dufan sendirian.” Mata Karel kembali tertuju pada Teza. Pria itu memberikan tatapan menenangkan. Seluruh perhatian Karel terserap di sana. Karel diam lama memandang Teza.
“Mulai sekarang, jangan pernah merasa sendirian, kesepian. Lo boleh gangguin gue kapanpun.”
“Walaupun lo sibuk?” tanya Karel seraya menelan ludah. Matanya terkunci pada mata gelap Teza Arkana yang memabukkan. Seperti menjelajahi dunia baru yang belum pernah Karel temui di kehidupannya yang membosankan.
“Iya, walaupun gue sibuk. Lo boleh gangguin gue. Cuma lo yang berhak gangguin gue.”
Karel menelan ludah sekali lagi dengan susah payah. Tubuhnya benar-benar kaku sekarang. Tak bisa bergerak.
Karel akhirnya tersenyum dan mengangguk. “Oke. Gue bakal gangguin lo terus. Awas lo ngomel.”
“Nggak akan.” Teza melepaskan genggamannya dari tangan Karel. “Sama satu lagi, bedanya temen sama tunangan.”
“Apa lagi?” Karel semakin bersemangat, mulai merasakan keseruan memiliki seorang tunangan.
Teza mendaratkan kecupan kilat di pipi Karel. Karel terasa tersengat listrik dan sedetik kemudian kembali berubah menjadi patung es, membeku. Jantungnya tak berdegup. Tubuhnya terasa gemetar dari dalam. Jemarinya dingin, tetapi wajahnya seperti terbakar.
“Pemanasan, buat yang baru cukup umur.”
— tbc.