[Ready, Set, Love!] — TEDI??

soljaecruise
3 min readSep 29, 2024

--

Rumah Karel tampak sepi waktu Teza datang. Rumah sebesar ini, hanya dihuni Karel seorang diri bersama dua orang asisten rumah tangga berikut seorang sopir, pikir Teza. Sebenarnya tak jauh beda dengan rumah ayahnya. Hanya saja, rumah Teza tak sebesar rumah Karel.

Kedatangan Teza disambut Inara. Meski manajer Karel tersebut tak bisa lama-lama menemani Teza karena harus menghadiri meeting secara daring di ruang kerja. Sebelum pamit, Bunda Ina mempersilakan Teza duduk di ruang keluarga sambil menunggu Karel yang sedang mandi.

Tubuh Teza bersandar santai di sofa. Ia memperhatikan bangunan rumah Karel yang didesain rapi dan artistik, jelas bukan desain sembarang arsitek. Sebelum ini, Teza tak pernah benar-benar meneliti latar belakang keluarga Karel. Ia hanya tahu gadis itu adalah penyanyi pendatang baru yang hidup sebatang kara. Inara mungkin sesekali menginap di rumah ini, tetapi aura rumah ini sudah cukup sepi dan suram. Seperti kastel yang memenjarakan rasa kesepian.

Sebelum Teza semakin larut dalam lamunannya, ia mendengar langkah kaki menuruni tangga dengan heboh. Kepala Teza berputar cepat. Ia melihat Karel dalam balutan piyama berwarna merah jambu turun menghampirinya. Karel yang sepertinya tidak diberitahu mengenai rencana kunjungan Teza terkejut melihat sosok jangkung itu memenuhi sofa ruang keluarganya.

“Loh? Kok bisa di sini?” Mata Teza tak melepaskan Karel hingga bocah itu duduk di sebelahnya. “Ada apa, Kak?”

“Gue bawain makanan. Dari Bokap. Tadi dia nanyain lo. Gue bilang lo sakit perut, jadi gak banyak ngobrol. Terus dia minta gue bawain makanan buat lo deh. Udah gue kasih ke Mbak… nggak tau siapa namanya tadi lupa.” Teza menunjuk ke arah meja makan di dekat dapur.

“Papa Ian yang masak?”

Napas Teza mendadak tercekat. Pipinya menggembung karena kata-katanya seakan terangkut di tenggorokan. “Kk — ss — sejak kapan lo manggil bokap gue jadi Papa Ian??”

Karel tampak berpikir serius. Tangannya bersandar di dagu. “Sejak… abis kita tunangan?” Ia kemudian kembali menatap Teza. “Beneran ini masakan Papa Ian?”

“Bukan. Gue beli.”

“Berarti makanan dari lo dong, Kak?”

“Bukan, dari Papa Ian. Bukan dari gue pokoknya.”

Wajah Karel mengernyit bingung. “Yaudah. Nanti makannya nunggu Bunda Ina selesai meeting.”

Teza mengalihkan perhatiannya dari Karel. Ia kembali meneliti bangunan rumah Karel, mencoba mencari topik lain sehingga ia tidak harus buru-buru pergi. “Btw, emang lo nggak kesepian gitu tinggal di rumah sebesar ini?”

“Nggak mungkin gue tinggal, Kak. Ini harta peninggalan ortu gue. Jarang juga orang main ke sini selain keluarga besar gue.” Karel menatap langit-langit rumahnya yang tinggi. Ada lampu hias cantik menjuntai dari plafon lantai dua. “Lo satu-satunya temen yang pernah dateng ke rumah ini.”

Wajah Teza otomatis mengernyit tak suka mendengar jawaban Karel. “Gue tunangan, bukan temen lo.”

“Ya kan sama aja.” Karel memundurkan tubuhnya, bersandar nyaman pada sofa seperti yang dilakukan Teza.

“Beda lah!” Teza tak terima. “Tunangan kan artinya calon suami.”

Tubuh Karel bergidik mendengar jawaban Teza. “Duh, merinding gue dengernya, Kak. Gak usah jauh-jauh ngomongnya.”

“Ya emang bener, kok?” sahut Teza tak mau kalah. “Selain itu, lo berhak nyari gue kapanpun lo pengen cerita.”

Karel sedikit memejamkan matanya. Setelah bolak-balik ke toilet karena diare, tubuhnya agak sedikit lemas. Tenaganya terkuras banyak hari ini.

“Lo kan sibuk. Lagian kalo cuma cerita, gue bisa chat Sasha, temen gue. Lebih asyik lagi, nggak diomelin terus. Fyi, dia penggemar lo.” Karel sengaja menyindir Teza. Ia mengintip pria itu yang kini sedang memandangnya dengan tatapan tak percaya.

“Jadi, selama ini lo mikir gue temen lo?”

Di titik ini, Teza jelas merasa harga dirinya sebagai tunangan tercoreng. Ia selalu berpikir Karel PASTI bangga memiliki tunangan seorang Teza Arkana, nyatanya yang diperlihatkan Karel sangat berkebalikan dari anggapan Teza.

“Emang otak lo itu perlu diperbaiki,” tambah Teza dengan nada kesal.

“TUH KAN!” Karel mendadak menegakkan tubuh. “Mana ada tunangan ngatain pasangannya sendiri kaya gitu??”

“Lagian lo ngomongnya suka ngaco!” Teza menghindari tatapan menghakimi Karel. Ia mencondongkan tubuhnya menjauhi gadis itu.

Tak lama, Teza kembali melihat Karel. Gads tu memang cantik, tapi sangat jauh dari tipe gadis kesukaan Teza yang anggun dan dewasa. Namun entah mengapa, belakangan ini Teza tak terlalu terganggu dengan kenyataan bahwa tunangannya bukanlah sosok seperti yang diharapkan Teza.

“Ada lagi.”

“Apa?”

“Ada lagi, bedanya tunangan sama temen,” ujar Teza.

“Apa buruann udah malem nih. Waktunya gue tidur sama Tedi.”

Teza refleks melompat berdiri dari sofa, memandang Karel kaget luar biasa. “HAHH???”

tbc.

--

--

No responses yet