[Ready, Set, Love!] — Teza “Sus” Arkana.
Hari ini syuting akan berlangsung panjang. Semua orang di lokasi tahu itu. Semua punya persiapan ekstra masing-masing selain tenaga. Teza yang memiliki jadwal syuting paling panjang hari ini punya banyak amunisi di dalam vannya. Selimut, bantal, camilan — terutama yang rasanya manis karena gula darah Teza seringkali turun mendadak ketika kelelahan, tontonan, semuanya ada, bukti kerja keras Dodo menjaga dan memenuhi kebutuhan sang artis.
Sekarang Teza punya waktu istirahat sekitar satu jam sebelum syuting adegan berikutnya. Ia telah menyelesaikan adegan lari keliling lapangan di bawah terik matahari sebelum ini, tubuh Teza kuyup. Ia lekas membersihkan diri di toilet dan mengganti pakaian setelahnya. Yang Dodo tahu, setelah menyelesaikan adegan-adegan menguras tenaga, Teza pasti akan memanfaatkan momen istirahatnya untuk tidur. Namun, kali ini berbeda.
Teza duduk di belakang kursi sutradara. Punggungnya melengkung ke depan agar bisa melihat layar monitor lebih jelas. Mata Teza bergantian menatap layar monitor dan Karel yang sedang berdiri berhadapan dengan Bara, Elsa, dan Irfan. Keempatnya adalah pemeran pendukung dalam film.
Dalam cerita tersebut, Bara merupakan pacar Jauza — tokoh yang diperankan Karel. Sementara, Karel dan Elsa adalah teman satu geng Maya Harun yang berperan sebagai Moniq, gadis SMA yang jatuh cinta kepada musuh bebuyutannya sendiri, Juan — Teza.
Kalau boleh jujur, Teza sudah tidak berminat mengambil peran sebagai remaja sekolahan. Setelah beberapa kali memerankan tokoh sejenis, Teza merasa peran tersebut tak lagi menantang. Ia bahkan sudah meminta Dodo untuk menyingkirkan semua tawaran naskah dengan tokoh karakter tersebut. Tapi semuanya berubah… sejak Teza tahu Karel menjadi salah satu pemain di film Me vs Boyfriend. Sebuah tipikal drama percintaan remaja yang akan dengan mudah menarik perhatian para remaja dewasa dan ibu-ibu — apalagi karena pemeran utamanya adalah Teza Arkana! Sang Sutradara bahkan juga optimis film garapannya akan sukses besar setelah Teza memutuskan bergabung.
Dodo ikut berdiri di belakang Teza, berjaga-jaga kalau Teza mendadak butuh sesuatu. Tubuh Teza sedikit tegang waktu proses pengambil gambar dimulai. Ia melihat Karel melafalkan adegannya dengan cukup natural, meski gerakan tubuhnya sedikit kaku. Teza berkali-kali menahan kedutan di otot rahangnya yang gemas melihat tangan Bara merangkul Karel. Menyentuh bagian tubuh Karel yang bahkan Teza sendiri belum pernah menyentuhnya. Teza berharap tatapan matanya bisa mematahkan lengan Bara saat itu juga.
Adegan berikutnya, tak kalah bikin panas. Keempat remaja yang sedang merencanakan agenda double date itu saling mengucapkan kalimat-kalimat pujian kepada pacar masing-masing. Teza benar-benar mau muntah waktu Karel memuji Bara dengan nada sok imut dan manja.
“Sayang, tapi nanti aku dijemput, kan?” Karel menatap Bara memuja. Matanya mengerjap--jelas dibuat-buat — seakan tiada spesies lelaki lain tinggal di bumi selain Bara.
“Iya, sayang. Nanti pangeran Bara jemput ke rumah naik kereta Cinderella.”
Selanjutnya, Karel — meski sedikit kikuk — tampak malu-malu bahagia waktu Bara mengecup punggung tangannya dengan manis. Detik-detik ketika bibir Bara menyentuh kulit tangan Karel terasa ribuan tahun bagi Teza. Setiap detiknya, tubuh Teza seakan dialiri oleh percikan api yang makin lama berkobar makin besar.
Brengsek lo, Bara. Beraninya nyium-nyium tangan Karel. GUE TAU ITU NGGAK ADA DI SCRIPT, YA. ITU AKAL BULUS LU! Teza tak berhenti berteriak dalam hati. Rasanya ia ingin merombak seluruh naskah dan dialog Karel. Tangannya mengepal kuat, menahan hasrat ingin melayangkan bogeman kepada lawan main tunangannya tersebut.
Ketika sutradara menyatakan pengambilan gambar adegan tersebut telah selesai, Teza mendadak bangkit berdiri dan bertepuk tangan keras dengan wajah sinis, mencuri perhatian seluruh kru film yang semula masih meneliti hasil pengambilan adegan. Tidak ada orang lain yang bertepuk tangan selain dirinya. Awalnya. Namun, Dodo paham betul karakter Teza. Ia ikut bertepuk tangan heboh sehingga para kru dan pemain film lain pun melakukan hal yang sama.
“Good job, good job,” puji Teza — ikhlas tak ikhlas — sebelum mendapati Karel menatapnya seakan Teza adalah alien. Tangan Karel berkacak pinggang, kepalanya sedikit miring. Kalau isyaratnya sampai kepada Teza, seharusnya pria itu paham jika Karel bertanya-tanya untuk apa Teza duduk di sana selagi adegan yang diambil bukan bagiannya.
Teza buru-buru menyingkir dari lokasi syuting. Ia berjalan cepat menuju vannya diikuti Dodo. Di dalamnya mobil, Teza terus merepet tak henti-henti, mengutuki kebodohannya dan juga mengulang sumpah serapah kepada Bara. Dodo yang pura-pura tak mendengar hanya bisa menggeleng-geleng maklum.
“Do, bangunin gue kalo udah waktunya syuting.”
“Oke, Bang.”
***
Saat turun dari van, Teza menemukan Karel tertidur damai di kursi, di bawah pohon rindang. Rambutnya tertiup angin sepoi-sepoi sore menjelang petang, menutupi sebagian wajahnya. Sebuah boneka beruang cokelat menyembul di balik selimut Karel yang melorot sampai ke bagian lengan bawahnya. Sebagian lengan Karel yang tak tertutup seragam sekolah lengan pendek terekspos.
Teza khawatir ketika tak menemukan Bunda Ina di dekat Karel. Orang-orang juga sibuk lalu-lalang, membiarkan Karel tertidur dengan kondisi kepala nyaris merosot dari sandaran kursi. Ia lalu diam-diam berjalan mendekati Karel, mengambil langkah kecil-kecil sambil memantau situasi di sekitarnya, memastikan tidak ada yang mencurigai gerak-gerik Teza selain Dodo yang sudah khatam dengan apa yang hendak Teza lakukan.
Tangan Teza kemudian diam-diam mendorong kepala Karel, membetulkan posisi bersandarnya sebelum menarik selimut Karel ke atas sehingga bukan hanya Tedi yang terbungkus sebadan-badan, tetapi juga nyaris seluruh tubuh Karel.
Tubuh Karel menggeliat, merasakan ada pergerakan di sekitarnya. Perlahan mata Karel terbuka, menyadari kalau ia tertidur cukup lama selagi menanti jadwal syuting selanjutnya. Sosok pertama yang dilihat Karel adalah Teza, sedang melakukan peregangan tubuh dalam gerakan aneh dan mencurigakan sebelum kemudian menyapa salah seorang juru kamera dengan ramah dan membicarakan — entah apa — yang tak bisa Karel dengar. Namun dari raut wajahnya, Teza tampak serius.
Karel berusaha menarik tubuhnya tegak kembali. Lengannya menahan di kedua sisi kursi. Saat itulah Karel menyadari, ketika sedang mengeratkan tangan, memberi kekuatan agar tubuhnya bergerak ke atas, ada sesuatu dalam genggamannya. Sebatang coklat. Kening Karel mengerut menatap benda pipih dalam tangannya tersebut.
Aneh. Ia yakin ia tak memegang apapun saat tidur tadi.
— tbc.